TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Prekonomian Chairul Tanjung menyatakan rencana penerapan aturan hedging atau lindung nilai telah dibicarakan langsung dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Intinya hanya diperlukan keputusan bersama antara Menteri Badan Usaha Milik Negara, Menteri Keuangan, dan lainnya," ujar Chairul di ruang sidang Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Rabu, 17 September 2014. (Baca : BPK: Tekor Hedging Bukan Lagi Kerugian Negara)
Menurut dia, penerapan aturan itu tinggal menunggu keputusan pemerintah. Chairul mengatakan aturan itu memberikan kepastian kepada semua lembaga usaha milik negara dalam menghadapi ketidakpastian nilai tukar rupiah ke depan. "Jadi enggak usah takut lagi," katanya. (Baca: Tiga Keuntungan Hedging Menurut Menteri Chatib)
Selama ini derasnya tekanan ekonomi dunia menyebabkan nilai tukar dolar melonjak tajam. Nilai tukar rupiah pun terkena imbasnya. "Hedging bisa kalah, bisa menang. Kalau berbalik menang, balik lagi bisa kalah. Jadi tidak akan dipermasalahkan," katanya. (Baca: BI: Kenaikan Utang Swasta Belum Mengkhawatirkan)
Dalam rapat koordinator yang dihadiri Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, Bank Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan yang dilakukan hari ini, Rabu, 17 September 2014, disetujui prosedur pengoperasian standar atau standard operating procedure (SOP) tentang lindung nilai. Saat ini instrumen lindung nilai telah disempurnakan. Rapat digelar untuk menyamakan visi bahwa hedging dilakukan demi kepentingan bangsa dan mencegah risiko moral hazard.
JAYADI SUPRIADIN
Baca juga:
Ini Daftar Kandidat Kuat Pengisi Kabinet Jokowi
Bimbim Slank Demen Bila Ahok Marah
Jokowi Siapkan 2 Pos Menteri untuk Partai KMP
Koin Logam 5.200 SM Ditemukan di Gunung Padang
Artidjo: Luthfi Lakukan Korupsi Politik
Berita terkait
Erick Thohir Minta BUMN Segera Antisipasi Dampak Penguatan Dolar
17 hari lalu
Erick Thohir mengatakan BUMN perlu mengoptimalkan pembelian dolar, artinya adalah terukur dan sesuai dengan kebutuhan.
Baca SelengkapnyaTerkini Bisnis: Erick Thohir Minta BUMN Beli Dolar Secara Optimal, Rupiah Loyo Jadi Rp 16.260 per USD
18 hari lalu
Erick Thohir mengarahkan agar BUMN membeli dolar secara optimal dan sesuai kebutuhan di tengah memanasnya geopolitik dan penguatan dolar.
Baca SelengkapnyaUtang Luar Negeri RI Tercatat Rp USD 407,3 Miliar, Banyak Pembiayaan Proyek Pemerintah
18 hari lalu
BI mencatat jumlah utang luar negeri Indonesia jumlahnya naik 1,4 persen secara tahunan.
Baca SelengkapnyaBI Laporkan Cadangan Devisa Indonesia Turun Jadi US$ 144 Miliar
7 Maret 2024
BI mencatat cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2024 senilai US$ 144 miliar.
Baca SelengkapnyaTerpopuler: Makan Siang Gratis Bisa Berujung Utang Luar Negeri, Jadwal dan Cara Pendaftaran CPNS 2024
18 Februari 2024
Berita terpopuler: Program makan siang gratis bisa berujung pada utang luar negeri, jadwal dan cara mendaftar CPNS 2024
Baca SelengkapnyaEkonom Prediksi Program Makan Siang Gratis Berujung pada Utang Luar Negeri
17 Februari 2024
Ekonom memprediksi, jika program makan siang gratis akan berujung pada penambahan utang luar negeri. Ini alasannya.
Baca SelengkapnyaTerkini: Prabowo-Gibran Unggul Begini Kata Walhi, Bapanas Sebut Bantuan Pangan Beras Kembali Disalurkan
15 Februari 2024
Pasangan Capres dan Cawapres) nomor urut dua Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) unggul di hitung cepat.
Baca SelengkapnyaUtang Luar Negeri Naik jadi US$ 407,1 Miliar pada Akhir 2023, Begini Penjelasan Lengkap BI
15 Februari 2024
Bank Indonesia (BI) mengumumkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada kuartal keempat tahun 2023 naik menjadi US$ 407,1 miliar.
Baca SelengkapnyaCadangan Devisa Turun, Disedot Jatuh Tempo Bayar Utang Luar Negeri Pemerintah
9 Februari 2024
Cadangan devisa Indonesia menurun pada bulan pertama 2024 gara-gara pembayaran utang luar negeri. Masih dua kali lipat dari standar internasional.
Baca SelengkapnyaBank Indonesia Catat Utang Luar Negeri RI Capai Rp 6.230 Triliun
16 Januari 2024
Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri RI per November 2023 sebesar US$ 400,9 miliar atau Rp 6.230 triliun.
Baca Selengkapnya