Gubernur BI Agus DW Martowardojo, resmikan penerbitan uang NKRI pecahan seratus ribu rupiah di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, 18 Agustus 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menyarankan pemerintah untuk segera beruppaya memperkuat kondisi fundamental ekonomi Indonesia. Ia mendorong pemerintah segera mengeluarkan kebijakan reformasi fiskal.
"Meskipun keuangan normal, upaya untuk memperkuat fundamental harus terus dijalankan," ujar Agus dalam Indonesia Banking Expo 2014, Jakarta, Kamis, 28 Agustus 2014. (Baca: Boediono: Empat Risiko Ekonomi Harus Diantisipasi)
Sejumlah reformasi fiskal yang mungkin dilakukan bisa berupa penguatan administrasi pajak dan pembatasan subsidi bahan bakar minyak. Selain itu, penanaman modal asing (PMA) juga harus diarahkan pada orientasi ekspor. "Saat ini PMA cenderung untuk memenuhi kebutuhan impor, mencukupi kebutuhan dalam negeri," ujar Agus. Hal ini diyakini dapat mengurangi biaya distribusi.
Ia menjelaskan, saat ini sebetulnya bukan masa teknologi rendah dan upah buruh murah serta komoditas berbasis sumber daya alam. Apabila industri sudah menggunakan teknologi tinggi dan sumber daya manusia berkualitas, kata dia, produk yang dihasilkan akan berkualitas baik. "Dulu Indonesia menggunakan produk lokal tapi jadi mahal karena kualitas kurang baik sehingga lagi-lagi impor.”
Hal ini penting, menurut Agus, mengingat masyarakat kelas menengah di Indonesia semakin bertumbuh. Karena itu, ketika tak diimbangi dengan kualitas produksi sementara konsumsi meningkat, terjadi kesenjangan antara supply dan demand. "Kesenjangan ini ditutup dengan impor," ujar Agus.
Terlebih menjelang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun depan, yakni saat komoditas asing akan bergerak bebas memasuki Indonesia. Saat ini, kata Agus, Indonesia berpeluang memegang kendali karena 40 persen skala ekonomi ASEAN dikuasai Indonesia. (Baca: Komunitas ASEAN, Koruptor Lebih Gampang Kabur)
Indonesia juga menyumbang 50 persen dari jumlah penduduk ASEAN. "Jangan sampai potensi ini menjadi sebaliknya, Indonesia hanya menjadi pasar, bukan pemain," ujar Agus.