Sejumlah buruh PT Jakarta Internasional Container Terminal (JICT) melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Negara di Jakarta, 7 Agustus 2014. Aksi tersebut menolak perpanjangan konsesi yang di lakukan Hutchison Port Holding (HPH) oleh PT Pelabuhan Indonesia II Persero. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Corporate Secretary PT Pelindo II Rima Novianti mengatakan pemberlakuan kontrak baru antara perseroan dan Hutchison Port Holdings dalam kerja sama usaha Jakarta International Container Terminal (JICT) tinggal menunggu persetujuan Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Menurut Rima, Menteri BUMN Dahlan Iskan sejak awal mendorong terwujudnya perpanjangan kontrak tersebut. "Sense of business-nya sudah sama," ujar Rima di kantor Pelindo II, Jakarta, Jumat, 8 Agustus 2014.
Menurut Rima, sebelum Pelindo II atau Indonesia Port Corporation (IPC) dan Hutchison menandatangani perpanjangan kontrak, seluruh dokumen kajian kelayakan perpanjangan kontrak sudah dikirim ke Kementerian BUMN. Persyaratan dan ketentuan kontrak baru pun, tutur Rima, sudah dikirim. "Tinggal tunggu hitam-putihnya," katanya. (Baca: Buruh JICT Aksi Teatrikal di Depan Istana)
Rima mengelak jika amandemen kontrak itu berpeluang batal. "Kami tak berharap batal. Kami mendorong pemegang saham segera mengirim dokumen persetujuannya," ujar Rima. Kontrak baru tersebut membuat Hutchison mendapat 49 persen saham dan 51 persen buat IPC.
Dalam keterangan resmi IPC, amandemen kontrak itu efektif berlaku bila memperoleh persetujuan dari pemegang saham alias Kementerian BUMN. Sedangkan di beberapa kesempatan terbuka, Dahlan Iskan mendorong supaya amandemen segera dilakukan dan IPC memegang saham mayoritas di JITC.
Sebelumnya, Serikat Pekerja JITC menolak amandemen kontrak itu karena dianggap terburu-buru. Mereka menilai IPC bisa mengambil 100 persen saham JITC pada 2019. Sedangkan Kantor Operator Pelabuhan Utama Tanjung Priok mempertanyakan amandemen itu karena tanpa pemberitahuan otoritas pelabuhan selaku penyelenggara pelabuhan.