Solar Dibatasi, Organda dan Nelayan Bingung  

Reporter

Senin, 4 Agustus 2014 13:25 WIB

Ilustrasi nelayan. TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo

TEMPO.CO, Banyuwangi - Pengurus Organisasi Angkatan Darat (Organda) dan nelayan di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, kebingungan menyiasati pembatasan solar yang mulai berlaku pada Senin, 4 Agustus hari ini. Mereka tidak siap dengan pemberlakuan kebijakan itu.

“Solar yang dijual pada jam 08.00-18.00 akan mengganggu jadwal operasional kendaraan,” kata Ketua Organda Banyuwangi, Fafan Luwika Fafan, kepada Tempo, Senin. Selama ini banyak kendaraan umum yang beroperasi pada malam hari. Angkutan barang seperti truk pun lebih banyak berangkat pada malam hari untuk mengurangi aus pada ban.

Pemerintah memberlakukan kebijakan bahwa mulai 4 Agustus 2014 alokasi solar bersubsidi untuk Lembaga Penyalur Nelayan seperti Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) dibatasi. Solar Packed Diesel Nelayan (SPDN) juga akan dipotong sebesar 20 persen. Penyalurannya mengutamakan kapal nelayan bertonase di bawah 30 Gross Ton. Pemangkasan kuota ini untuk menjaga agar kuota BBM subsidi yang dipatok dalam APBN Perubahan 2014 sebesar 46 juta kiloliter tidak jebol. (Baca: Nelayan Terpuruk)

Pembatasan solar, kata Fafan, akan berdampak pada antrean di SPBU sehingga biaya operasional membengkak. “Mau tak mau truk terpaksa berangkat pagi atau siang hari agar tak kehabisan solar di jalan.”

Pembatasan solar juga diperkirakan akan memicu kenaikan harga barang karena BBM merupakan komponen utama dalam distribusi logistik. Dia menyayangkan kebjakan itu karena pembatasan BBM berlaku untuk kendaraan umum. Seharusnya pembatasan BBM diperuntukkan bagi pemilik kendaraan pribadi.

Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Banyuwangi Hasan Basri juga mengeluhkan pengurangan kuota solar untuk nelayan. Pembatasan solar, kata dia, akan berdampak pada berkurangnya hasil tangkap ikan karena nelayan tak bisa jauh melaut. “Penghasilan nelayan akan berkurang.” Kapal jaring apung kapasitas paling kecil membutuhkan sedikitnya 20 liter solar. BBM hanya bisa berlayar hingga tiga jam saja. Sedangkan kebutuhan solar kapal berkapasitas 10 gross ton minimal 200 liter sehari.

Hasan Basri mengatakan pembatasan solar ini makin membebani nasib nelayan. Sebab, selama ini nelayan susah karena hasil tangkapan ikan menurun dan harga BBM terus naik.

IKA NINGTYAS

Berita penting lain
Sinar Matahari Bisa Rusak Permukaan Mata
Mural ISIS Ditemukan di Solo
Pascalibur Panjang, Pertahanan Rupiah Jebol
Kenapa Jakarta Selalu Jadi Magnet Urbanisasi?



Berita terkait

Pertamina: Kenaikan Harga BBM Jangan Dikaitkan dengan Aplikasi MyPertamina

4 September 2022

Pertamina: Kenaikan Harga BBM Jangan Dikaitkan dengan Aplikasi MyPertamina

Kenaikan harga BBM tak menyurutkan rencana perseroan membatasi penyaluran Pertalite dan Solar agar tepat sasaran.

Baca Selengkapnya

Puasa, Pertamina Tambah Stok BBM di Kalimantan

11 Mei 2017

Puasa, Pertamina Tambah Stok BBM di Kalimantan

Pertamina Balikpapan akan menambah kuota BBM selama puasa sebesar 7 persen.

Baca Selengkapnya

Jokowi Minta Impor BBM Ditekan

5 Januari 2017

Jokowi Minta Impor BBM Ditekan

Presiden Joko Widodo mengingatkan separuh dari kebutuhan BBM dalam negeri dipenuhi dari impor.

Baca Selengkapnya

Pertamina dan AKR Jadi Penyalur BBM Tertentu 2017

25 November 2016

Pertamina dan AKR Jadi Penyalur BBM Tertentu 2017

Pemerintah menunjuk badan usaha penyalur bahan bakar minyak (BBM) tertentu dan penugasan 2017.

Baca Selengkapnya

Premium Belum Jadi Dihapus, Ini Sebabnya  

30 September 2016

Premium Belum Jadi Dihapus, Ini Sebabnya  

Pemerintah belum bisa mewujudkan rencana penghapusan bahan bakar minyak jenis Premium kendati masyarakat mulai beralih dari Premium.

Baca Selengkapnya

Libur Panjang, Konsumsi BBM Pertamina Naik 10 Persen

6 Mei 2016

Libur Panjang, Konsumsi BBM Pertamina Naik 10 Persen

Pertamina memproyeksikan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) untuk transportasi mengalami kenaikan sekitar 10 persen saat libur panjang.

Baca Selengkapnya

Kementerian ESDM: Premium di Jakarta Bisa Dihapus  

3 Februari 2016

Kementerian ESDM: Premium di Jakarta Bisa Dihapus  

Pemerintah akan melihat aspek untung-rugi menghapus Premium.

Baca Selengkapnya

Ini Beda Premium, Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Plus

25 Juni 2015

Ini Beda Premium, Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Plus

Pertalite sudah disetujui DPR untuk dipasarkan.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Lebaran, Pertamina Tambah Impor Premium  

16 Juni 2015

Antisipasi Lebaran, Pertamina Tambah Impor Premium  

Dalam kondisi normal, konsumsi Premium rata-rata 76.258 kiloliter per hari.

Baca Selengkapnya

Pertamina Klaim Pertalite Lebih Ramah Lingkungan  

22 April 2015

Pertamina Klaim Pertalite Lebih Ramah Lingkungan  

Emisi karbon Pertalite di bawah Premium.

Baca Selengkapnya