Warga berhenti sejenak untuk berfoto selfie di sebuah pemeriksaan militer di pusat kota Bangkok, Thailand (20/5). Tentara mengumumkan kondisi darurat militer pada Selasa dini hari untuk menjaga stabilitas negara setelah krisis politik yang terjadi enam bulan terakhir. (AP Photo/Kiko Rosario)
TEMPO.CO , Jakarta: Kalangan pengusaha nasional menilai krisis politik di Thailand tidak akan berdampak banyak ke kegiatan perdagangan dan industri Indonesia dan Thailand. Pasalnya, Thailand sering kali berhadapan dengan kudeta militer. "Mereka sudah sering dan terbiasa dengan kudeta, biasanya juga cepat pulihnya," kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia Natsir Mansyur kepada Tempo, Jumat petang, 23 Mei 2014.
Dari segi ekspor impor ia mengatakan Indonesia dan Thailand tak memiliki banyak kepentingan. Ekspor Indonesia ke Thailand tak begitu banyak begitu juga dengan impor Thailand ke Indonesia. "Yang lumayan itu paling impor mobil city car dari Thailand ke Indonesia. Selebihnya, tidak signifikan angkanya," katanya. (Baca: Nasib Turis Asing di Thailand Pasca-Kudeta)
Pernyataan itu merespons keputusan Militer Thailand yang akhirnya mengambil alih kekuasaan setelah pihak-pihak yang berseteru gagal mencapai kata sepakat untuk menemukan solusi atas kemelut politik negara dan berlangsung lebih dari enam bulan. Pengambilalihan kekuasaan diumumkan Panglima Angkatan Bersenjata Thailand Jenderal Prayuth Chan-ocha, Kamis sore pekan lalu. (Baca: Pariwisata Thailand Tuntut Pemerintahan Baru)
Sebelumnya Bank Indonesia mengatakan mengikuti perkembangan krisis di Thailand. , Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan perkembangan di Negeri Gajah Putih itu perlu diwaspadai menyebutkan kejadian itu perlu diwaspadai meski tak berpengaruh langsung. Musababnya banyak mitra dagang Indonesia di Thailand.
Wakil Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro, mengatakan resesi ekonomi yang terjadi akibat krisis politik Thailand bisa menjadi peluang datangnya investor bagi Indonesia. Gejolak politik yang menimpa Thailand saat ini dijadikan senjata untuk merangkul investor yang berada di ketiga negara itu. "Investasi Jepang yang biasa di China bisa relokasi di Indonesia,” tuturnya.