TEMPO Interaktif, Jakarta:PT Caltex Pasifik Indonesia, perusahaan minyak bumi, akan mempertahankan laju penurunan produksi di lapangan-lapangan minyaknya. Penurunan produksi tahun ini akan dipertahankan hingga di bawah lima persen. ”Produksi tahun lalu sebesar 507 ribu barel per hari dan tahun-tahun sebelumnya penurunan produksi mencapai 10 persen,” kata W.Yudiana Ardiwinata, Presiden Direktur PT Caltex Pasifik Indonesia, sebelum rapat dengan Komisi Pertambangan DPR di Jakarta hari ini.Menurut Yudiana, perusahaan tahun lalu sudah dapat menekan penurunan produksi hingga lima persen, sehingga, pada tahun 2005 diharapkan bisa kurang dari lima persen atau bisa dipertahankan sekitar 500 ribu barel per hari. Caltex telah menyiapkan teknologi untuk mempertahankan produksi dengan mengusahakan injeksi kimia yang menggunakan surfactan. Perusahaan telah melakukan percobaan di lapangan Minas, yang akan dikembangkan untuk lapangan-lapangan minyak yang lain. Menurut dia, sebenarnya jika penerapan teknologi injeksi surfactan dapat diterapkan, akan dapat meningkatkan cadangan minyak dan dari lapangan Minas dapat diproduksi hingga 300 juta barel atau lebih bila dapat dilakukan di lapangan lain milik Caltex. Saat ini beberapa lapangan minyak milik Caltex seperti Minas berproduksi sebanyak 100 ribu barel per hari. Sedangkan lapangan lainnya, yaitu Duri 210 ribu barel per hari.Bahan untuk menginjeksi, yaitu surfactan saat ini memang masih diimpor dari luar negeri. “Diharapkan, jika sudah berhasil, dapat diproduksi di dalam negeri,” kata Yudiana. Selain itu, dia juga memastikan, Caltex akan tetap ikut dalam tender lapangan minyak yang ditawarkan oleh pemerintah. Berkaitan dengan investasi , perusahaan tahun ini menganggarkan US$ 250 juta hingga US$ 300 juta. “Itu masih dapat ditingkatkan, asal masalah pembebasan tanah dapat diatasi,” katanya.Muhamad Fasabeni-Tempo
Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas
3 Oktober 2017
Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas
Pemerintah diminta segera mengambil sikap ihwal revisi Undang-undang Minyak dan Gas. Pengurus Serikat Pekerja Satuan Kerja Khusus Migas Bambang Dwi Djanuarto?menilai pemerintah kurang responsif dalam menyelesaikan revisi UU Migas.
Mengesahkan undang-undang baru sebagai pengganti atau revisi UU Minyak Bumi dan Gas (Migas) Nomor 22 Tahun 2001 adalah hal mendesak yang harus dilakukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dan DPR pada akhir tahun ini. Mengingat undang-undang ini telah mengalami tiga kali uji materi Mahkamah Konstitusi (2003, 2007, dan 2012), di mana Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pembatalan banyak pasal dari undang-undang tersebut.