Belum Bangun Smelter, Chatib Ogah Negosiasi  

Senin, 17 Maret 2014 13:05 WIB

Muhamad Chatib Basri. Tempo/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Muhamad Chatib Basri secara tegas mengatakan tidak akan melakukan negosiasi soal insentif pelonggaran bea keluar bagi perusahaan yang belum membangun pabrik pengolahan bijih (smelter). "Saya serius. Bikin dulu smelter-nya, baru nanti dibicarakan (kelonggaran) pajaknya," katanya di Jakarta, Senin, 17 Maret 2014.

Pemerintah juga tidak akan memberikan sinyal pemberian kelonggaran bea keluar bila belum ada komitmen apa pun dari perusahaan tambang. "Dia (eksportir) memaksa pajak kita turunkan, padahal belum bangun smelter. Itu tidak akan bisa," tuturnya.

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.011/2014 yang mengatur besaran bea keluar progresif bagi produk mineral mentah untuk mendorong pembangunan smelter oleh perusahaan tambang. Peraturan tersebut dikeluarkan untuk menanggapi terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 yang melarang ekspor bahan mineral mentah.

Pemerintah menetapkan kenaikan tarif bea keluar bagi bahan mineral tambang mulai 20 persen atau 25 persen sampai 60 persen secara berkala tiap semester hingga 31 Desember 2016. Kenaikan tarif bea keluar tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendorong pelaku usaha segera melakukan kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral dengan membangun smelter, sesuai UU Nomor 4 Tahun 2009.

Kebijakan kenaikan tarif secara berkala tersebut diyakini dapat menjadi instrumen untuk memantau perkembangan pembangunan smelter secara periodik dan berkelanjutan. Selain itu, dengan adanya keinginan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian bahan mineral di dalam negeri, maka diharapkan tercipta nilai tambah industri yang lebih tinggi dan bermanfaat.

Beberapa perusahaan sempat menyatakan keberatan atas kewajiban pembangunan smelter tersebut. Karyawan PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT), misalnya, meminta pemerintah memberi kelonggaran bea keluar progresif atas ekspor konsentrat tembaga demi mengakhiri ketidakjelasan kelanjutan operasional perusahaan tersebut.

ANANDA PUTRI

Berita Terpopuler
Sindir Megawati, Prabowo: Kalau Manusia...
Siapa yang Berkomunikasi Terakhir di Kokpit MH370?
Disindir Ruhut, Jokowi: Sudah Beribu Kali Diejek
Malaysia Airlines 'Kucing-kucingan' Hindari Radar

Berita terkait

Chatib Basri Sebut Dampak Konflik Timur Tengah Bisa Timbulkan Defisit APBN Tembus Rp 300 Triliun

10 jam lalu

Chatib Basri Sebut Dampak Konflik Timur Tengah Bisa Timbulkan Defisit APBN Tembus Rp 300 Triliun

Chatib Basri menilai konflik yang terus-menerus di Timur Tengah berpotensi membuat defisit APBN hingga Rp 300 triliun.

Baca Selengkapnya

Tingkat Perekonomian Indonesia Turun, Ada Dampak dari Perlambatan di Cina

14 jam lalu

Tingkat Perekonomian Indonesia Turun, Ada Dampak dari Perlambatan di Cina

Perlambatan perekonomian di Cina memberi dampak ke Indonesia. Sebab sasaran pasar terbesar untuk kegiatan ekspor komoditas alam berada di Cina

Baca Selengkapnya

Kisah Royal Enfield Sebelum Memproduksi Motor di India

14 jam lalu

Kisah Royal Enfield Sebelum Memproduksi Motor di India

Sebelum membuat motor, Royal Enfield memproduksi sejumlah produk di bawah tanah

Baca Selengkapnya

Wamenkeu: Tingkat Pengangguran 2024 Turun, Lebih Rendah dari Sebelum Pandemi

16 jam lalu

Wamenkeu: Tingkat Pengangguran 2024 Turun, Lebih Rendah dari Sebelum Pandemi

Wamenkeu Suahasil Nazara mengungkapkan, tingkat pengangguran 2024 telah turun lebih rendah ke level sebelum pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi Hapus Sistem Kelas BPJS Kesehatan YLKI Pertanyakan Alasannya, Bea Cukai Banyak Disorot Sri Mulyani Rapat Internal

16 jam lalu

Terkini: Jokowi Hapus Sistem Kelas BPJS Kesehatan YLKI Pertanyakan Alasannya, Bea Cukai Banyak Disorot Sri Mulyani Rapat Internal

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI mempertanyakan alasan pemerintah menerapkan sistem Kelas Rawat Inap Standar dalam layanan BPJS Kesehatan.

Baca Selengkapnya

Konflik Kepentingan Keluarga, Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan

20 jam lalu

Konflik Kepentingan Keluarga, Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan

Kementerian Keuangan membebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean karena dugaan konflik kepentingan dengan keluarga.

Baca Selengkapnya

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan Kemenkeu, Pengacara Pelapor Minta LKHPN Rahmady Diperiksa

1 hari lalu

Kepala Bea Cukai Purwakarta Dibebastugaskan Kemenkeu, Pengacara Pelapor Minta LKHPN Rahmady Diperiksa

Advokat Andreas mewakili kliennya Wijanto Tirtasana datang ke Kantor Kemenkeu. Dia meminta agar LHKPN Kepala Bea Cukai Purwakarta itu diperiksa

Baca Selengkapnya

Adu Sanggah soal Duit Rp 60 Miliar Seret Kepala Bea Cukai Purwakarta

1 hari lalu

Adu Sanggah soal Duit Rp 60 Miliar Seret Kepala Bea Cukai Purwakarta

Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy terseret saling lapor ke polisi dan KPK soal uang Rp 60 miliar yang diduga digelapkan rekan bisnis.

Baca Selengkapnya

Bahlil Ingin Bagi-bagi Izin Tambang ke Ormas, Celios Beberkan Risiko Kerugian Ekonomi

1 hari lalu

Bahlil Ingin Bagi-bagi Izin Tambang ke Ormas, Celios Beberkan Risiko Kerugian Ekonomi

Celios memaparkan akan ada dampak buruk ekonomi dan lingkungan jika pemerintah memberikan izin tambang untuk ormas keagamaan.

Baca Selengkapnya

Kementerian Keuangan Bebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi Usai Dilaporkan ke KPK

2 hari lalu

Kementerian Keuangan Bebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi Usai Dilaporkan ke KPK

Direktorat Jenderal Bea Cukai telah membebatugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy sejak 9 Mei 2024

Baca Selengkapnya