TEMPO.CO, Jakarta - Pengguna awal WhatsApp adalah komunitas Rusia yang dekat dengan Koum. Dari merekalah ide macam-macam status muncul. Di antaranya "Can't Talk WhatsApp Only", dan "I'm at the Gym". Saat aplikasi versi 2.0 dirilis, jumlah penggunanya naik menjadi seperempat juta orang.
Koum lalu memperlihatkan hasil kerja ini kepada karibnya. Saat melihat fitur ini, Acton menyadari bahwa WhatsApp bisa lebih efektif daripada pesan MMS, yang saat itu masih ngetren. Oktober 2009, mereka mendapat pendanaan US$ 250 ribu dari sesama mantan pegawai Yahoo. Mereka lalu mengembangkan WhatsApp agar bisa dipakai di BlackBerry, Nokia, dan Android.
Pamor WhatsApp naik tinggi. Pada awal 2011, WhatsApp adalah aplikasi yang paling banyak diunduh di Amerika. Namun Koum tak tinggi hati. Dia tetap sederhana. Saat ditanya salah satu stafnya kenapa dia tak mengumumkan prestasi ini kepada pers? "Ini hanya akan membuatmu lupa untuk fokus pada produk," ujarnya.
Mereka juga tak ngebet untuk mendapat kucuran dana dari pemodal Ventura. Bahkan, Jim Goetz, pemodal Ventura beken dari Sequoia Capital, butuh delapan bulan agar bisa terlibat dalam pendanaan WhatsApp senilai US$ 8 juta.
Februari 2013, mereka baru membuka pendanaan untuk mengembangkan usaha. Saat itu pegawai WhatsApp ada 50 orang yang melayani 200 juta pengguna. Seqouia Capital menanamkan duit US$ 50 juta. Pendanaan ini menggenjot nilai WhatsApp jadi US$ 1,5 miliar.
Nilai WhatsApp terus membengkak seiring makin banyak penggunanya. Hingga akhirnya Facebook sepakat membeli WhatsApp senilai total US$ 1,9 miliar. Dengan pembelian ini, Koum menjadi konglomerat bersama triliuner Facebook lainnya: Eduardo Saverin, Sheryl Sandberg, dan Dustin Moskovitz.(baca:Alasan Mark Zuckerberg Memilih WhatsApp)