Putusan Bea Keluar Tembaga Dinilai Tak Inovatif  

Reporter

Editor

Abdul Malik

Rabu, 15 Januari 2014 20:00 WIB

Lokasi tambang terbuka milik PT Newmont Nusa Tenggara di Batu Hijau, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat. Tambang di Batu Hijau yang mulai beroperasi secara penuh pada Maret tahun 2000 tersebut menghasilkan 4,87 kilogram tembaga dan emas sebesar 0,37 gram dari setiap ton bijih yang diolah. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Tembaga Emas Indonesia menolak keputusan pemerintah untuk menerapkan bea keluar progresif untuk ekspor tembaga hingga 2016. Ketua Asosiasi Tembaga Emas Indonesia Natsir Mansyur menilai keputusan pemerintah itu tidak inovatif dan keliru. “Jangan sampai APBN defisit, dan pengusaha tambang sebagai kontributor APBN dan APBD menjadi korban kebijakan Menteri Keuangan,” kata Natsir di Jakarta, Rabu, 15 Januari 2014. (Baca juga : Alasan 66 Perusahaan Diizinkan Ekspor Mineral)

Natsir menilai penetapan bea keluar secara sepihak oleh Menteri Keuangan tidak tepat. Semestinya, pemerintah tetap melibatkan pengusaha tambang tembaga, asosiasi, dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Ia berpendapat, ekspor konsentrat dengan kadar minimum 15 persen sudah menggunakan biaya produksi dan investasi yang besar. “Konsentrat yang diolah kadar minimumnya 15 persen berarti sudah ada nilai tambah dari 0,5-15 persen sebesar 30 persen. Ini kan sudah melalui proses industri yang sudah tentu menggunakan biaya produksi dan investasi,” ujarnya.

Penetapan bea keluar, kata dia, jangan sampai merusak bisnis mineral tembaga. “PHK terjadi, ekonomi daerah tidak jalan, bisnis penambang tutup, ini kan bisa merusak bisnis tambang ke depan,” ujarnya. (Baca juga: Peraturan Bea Keluar Progresif Turunkan Defisit)

Sebelumnya, Asosiasi Tembaga Emas Indonesia menilai keputusan pemerintah sudah tepat dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 serta Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1 Tahun 2014 tentang peningkatan nilai tambah mineral melalui pengolahan dan pemurnian. Namun, dia berharap penetapan bea keluar ini bisa dibicarakan dengan pihak-pihak terkait. (Baca juga: Cara Menteri Chatib Tekan Ekspor Mineral Mentah)

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6 Tahun 2014 menetapkan bea keluar progresif hingga 60 persen selama tiga tahun untuk membatasi ekspor konsentrat tembaga. Bea keluar akan diatur secara bertahap meningkat, sebesar 25 persen pada 2014, 35-40 persen pada 2015, dan 50-60 persen pada 2016.

AYU PRIMA SANDI







Terpopuler :
6 Proyek Banjir Ini Bisa Ringankan Kerja Jokowi
Dana Sodetan Banjir Jakarta Rp 500 Miliar
Rupiah Berpeluang Terus Menguat
Pabrik Kedua Honda Telan Rp 3,1 Triliun
Cuaca Ekstrem, Maklumat Pelayaran Dikeluarkan

Berita terkait

LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan

1 hari lalu

LPDP Buka Beasiswa Prioritas ke NEU, CSU dan UST untuk Bidang Pertambangan

Tujuan beasiswa LPDP ini untuk mencetak tenaga kerja untuk memenuhi program hilirisasi industri berbasis tambang mineral di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Hari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir

4 hari lalu

Hari Bumi dan Hari Kartini, Petani Kendeng Ungkit Kerusakan Karst yang Memicu Banjir

Kelompak masyarakat peduli Pegunungan Kendeng memgangkat isu kerusakan lingkungan pada Hari Bumi dan Hari Kartini/

Baca Selengkapnya

10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah

5 hari lalu

10 Perusahaan Timah Terbesar di Dunia, Ada PT Timah

Berikut ini deretan perusahaan timah terbesar di dunia berdasarkan jumlah produksinya pada 2023, didominasi oleh pabrik Cina.

Baca Selengkapnya

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

22 hari lalu

JATAM Laporkan Menteri Investasi Bahlil ke KPK, Ini Sebabnya

Jaringan Advokasi Tambang melaporkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, apa penyebabnya?

Baca Selengkapnya

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

23 hari lalu

Korupsi Timah: Aturan Rujukan Penghitungan Kerugian Negara Rp 271 Triliun

Kasus dugaan korupsi di PT Timah, yang melibatkan 16 tersangka, diduga merugikan negara sampai Rp271 triliun. Terbesar akibat kerusakan lingkungan.

Baca Selengkapnya

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

23 hari lalu

Ramai soal Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Begini Fluktuasi Saham TINS dan Analisisnya

Pergerakan saham PT Timah Tbk. atau TINS terpantau berfluktuatif usai terkuaknya kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP. Begini analisisnya.

Baca Selengkapnya

Kasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran

24 hari lalu

Kasus Harvey Moeis Korupsi Timah, Peran Lobi-Lobi hingga Membeli Barang Mewah Miliaran

Pada Kamis, 4 April 2024, istri Harvey Moeis, selebriti Sandra Dewi mendatangi Kejaksaan Agung untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi

Baca Selengkapnya

Istana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil

25 hari lalu

Istana Buka Suara soal Luhut Disebut Tak Setuju Revisi PP Minerba Usul Bahlil

Menteri Sekretaris Negara Pratikno tak menampik soal posisi Luhut yang tidak setuju.

Baca Selengkapnya

Sengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah

25 hari lalu

Sengkarut Korupsi Rp 271 Triliun di PT Timah Tbk, Begini Awal Mula Berdiri BUMN Pertambangan Timah

PT Timah Tbk terbelit kasus korupsi hingga Rp 271 triliun. Begini profil perusahaan BUMN pertambangan timah yang telah didirikan sejak 1976.

Baca Selengkapnya

Klaim Lakukan Banyak Perbaikan, Bos PT Timah Mengaku Tak Terlibat dalam Kasus Korupsi Rp 271 Triliun

25 hari lalu

Klaim Lakukan Banyak Perbaikan, Bos PT Timah Mengaku Tak Terlibat dalam Kasus Korupsi Rp 271 Triliun

Direktur Utama PT Timah Ahmad Dani Virsal mengaku tak terlibat dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah wilayah IUP perseroan.

Baca Selengkapnya