TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Bank BNI Gatot Suwondo, mengatakan pihaknya sudah mengantisipasi potensi kebocoran bank menjelang pemilu, salah satunya dengan tidak lagi menerbitkan cek multiguna. Namun, Gatot yang juga Ketua Himpunan Bank-bank Milik Negara, sangsi penyebab pembobolan bank terkait dengan pemilu. “Apa benar jebolnya bank selama ini karena gara-gara pemilu?”
Ketua Pengurus Perbanas Bidang Pengkajian dan Pengembangan, Raden Pardede, memaklumi kekhawatiran KPK. Menurut dia, sebenarnya KPK dapat berkoordinasi dengan Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan untuk mengantisipasi potensi kebocoran itu. “Dua lembaga inilah yang berwenang mengawasi perbankan,” ujarnya. (Baca : KPK Minta Bankir Tak BobolBank untuk Pemilu 2014)
Namun, ia tidak sepakat bila dikatakan bobolnya perbankan selalu berkaitan dengan peristiwa politik seperti pemilu. Menurut dia, fenomena pembobolan bank tidak bisa tendensius seperti itu. “Bisa saja karena krisis atau faktor-faktor lain. Tidak bisa disamaratakan,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, mengkhawatirkan potensi kebocoran dana besar-besaran di sektor perbankan. Pasalnya, tiap pemilihan umum dalam 15 tahun belakangan, hal tersebut selalu terjadi. Ia menduga aliran dana itu disalurkan untuk mengongkosi transaksi-transaksi politik terkait pemilihan.
Bambang menuturkan, pada 1998, sebelum pemilihan tahun 1999, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia terjadi. Dari sekitar Rp 600 triliun yang mengalir, Rp 160 triliun tak jelas peruntukannya dan hingga kini harus ditanggung rakyat. Menjelang pemilihan 2004, sejumlah bank termasuk BNI 1946, kembali jebol. Adapun di akhir 2008, kasus penalangan dana Bank Century mengemuka.