Menteri Perindustrian MS Hidayat (kedua kanan) didampingi Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Mardiasmo (ketiga kiri), Dirjen Kerjasama Industri Internasional Kemenperin Agus Tjahajana (kanan) serta Deputi Menteri BUMN Bidang Industri Strategis dan Industri Manufaktur Dwijanti Tjahjaningsih (kedua kiri), memimpin rapat koordinasi pengambilalihan Inalum di Jakarta, (18/11). ANTARA/Yudhi Mahatma
TEMPO.CO, Jakarta - Tim perunding sedang menyelesaikan perjanjian yang mengatur akhir kerja sama antara pemerintah dan Nippon Asahan Aluminium di PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Formula termination agreement sedang diselaraskan antara kedua pihak.
Menteri Perindustrian Mohamad Suleman Hidayat optimistis pembicaraan pengakhiran kerja sama bakal berjalan mulus dan dapat diakhiri dalam waktu dekat. "Teman-teman di sana sedang rapat menyelaraskan dan mengharmonisasi perjanjian," katanya di Hotel JS Luwansa, Rabu, 27 November 2013.
Pihak Jepang, menurut Hidayat, menunjukkan respon positif terhadap usulan yang diajukan Indonesia. Nilai buku yang diajukan tetap, yaitu US$ 556,7 juta, telah disetujui oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kementerian Perindustrian menargetkan seluruh proses pengambilalihan aset selesai sebelum 12 Desember atau sebelum kunjungan kerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Jepang. "Untuk termination agreement kami mau secepatnya, kalau bisa pekan ini," katanya.
Berdasarkan perjanjian Indonesia dan Jepang pada 7 Juli 1975, kepemilikan NAA atas Inalum mencapai 58,87 persen, sementara 41.13 persen dikuasai Indonesia. Sesuai dengan perjanjian, kontrak kerja sama pengelolaan Inalum berakhir 31 Oktober 2013. Nilai investasi Inalum mencapai US$2 miliar.