TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengatakan sektor kelautan dan perikanan tidak perlu khawatir dalam menghadapi Asean Economic Community (AEC) 2015. Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Saut Parulian Hutagalung mengatakan, ekspor perikanan Indonesia ke negara-negara ASEAN sudah lebih dari US$ 500 juta sedangkan impornya hanya sekitar US$ 40 juta."
Hal ini disampaikan Saut dalam Workshop dan Focus Group Discussion Kesiapan Sektor Kelautan dan Perikanan dalam Menghadapi ASEAN Economic Community 2015 di Swiss-belHotel, Jakarta, Senin, 25 November 2013.
Meski percaya diri, Indonesia tetap perlu mensejajarkan diri dengan negara-negara ASEAN lainnya. Bidang logistik saat ini masih menjadi hambatan karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Karena itu, biaya transportasi sektor kelautan dan perikanan menjadi mahal. Sedangkan biaya transportasi sangat mempengaruhi komponen harga produk perikanan.
"Ini yang perlu diperhatikan. Selain kualitas, harga juga penting. Kalau harga produk perikanan kita lebih mahal, tentu akan tersaingi dengan negara ASEAN lainnya yang tidak terkendala logistik,"katanya.
Meski masih terdapat kendala, Saut mengatakan, dalam menghadapi AEC 2015, fokus Indonesia bukan lagi pasar ASEAN, tapi pasar dunia. Sebab, dari nilai perdagangan produk-produk perikanan di ASEAN pada 2012, volume ekspor Indonesia mencapai 406 ribu ton dengan nilai US$ 548 juta.
Sejak 2008, kenaikan rata-rata nilai ekspor Indonesia mencapai 17,43 persen. Sedangkan impor dari negara ASEAN pada 2012 sebanyak 43 ribu ton dengan nilai US$ 54 juta. Kenaikan rata-rata impor sejak 2008 sebesar 6,62 persen.
Berdasarkan neraca perdagangan produk perikanan Indonesia dengan negara ASEAN selama 5 tahun terakhir, Indonesia tercatat masih mengalami surplus. Pada 2012, surplus perdagangan mencapai US$ 493 juta dan mengalami kenaikan rata-rata 22,71 persen per tahun sejak 2008. Dari nilai perdagangan pada 2013 sampai Juli, volume ekspor Indonesia mencapai 236 ribu ton dengan nilai US$ 310 juta. Sedangkan volumi impor sebesar 28 ribu ton dengan nilai US$ 36 juta.