TEMPO Interaktif, Jakarta:Pemerintah tetap menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang belum direvisi, termasuk asumsi dasar harga minyak US$ 24, sampai semester pertama 2005. Kami akan menggunakan APBN yang lama, ujar Direktur Jenderal Anggaran, Departemen Keuangan, Achmad Rochyadi, di gedung DPR, Jakarta, Rabu (8/12). Menurut Rochyadi, sesuai dengan hasil rapat dengan panitia anggaran DPR hari ini, rencana untuk mengurangi subsidi BBM merupakan kewenangan pemerintah. Panitia anggaran baru akan mendiskusikan dampaknya terhadap APBN setelah Juni 2005. Akan tetapi kebijakan itu harus tetap dimintakan pendapat DPR, katanya. Pemerintah sebenarnya menghendaki perubahan revisi APBN 20005 pada 12-14 Februari 2005. Sebab, kata Menteri Keuangan Yusuf Anwar, besaran asumsi dasar makro ekonomi yang ada sudah tidak realistis lagi. Misalnya harga minyak dunia yang masih US$ 24 per barrel, katanya.Selain harga minyak dunia, asumsi dasar yang lain seperti tingkat inflasi, tingkat suku bunga, pertumbuhan ekonomi, nilai tukar dan produksi minyak dirasakan sudah tidak sesuai lagi. Akan tetapi panitia anggaran menolak usulan pemerintah dan minta agar revisi dilakukan setelah semester I tahun depan. Ketua Panitia Anggaran DPR Emir Moeis menjelaskan, revisi APBN 2005 sesuai dengan realisasi akan lebih efisien dilakukan setelah lewat semester pertama. Selain itu, memang sesuai dengan peraturan yang ada. Yang jelas, hal tersebut tidak akan mempengaruhi rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Menurut Emir, pemerintah tetap dapat menggunakan dana sesuai dengan kebutuhan atau realisasi yang ada. Setelah itu, mekanisme pertanggungjawaban dapat dilakukan dalam revisi APBN yang dilakukan setelah lewat semester pertama. (Amal Ihsan)
Ketua Komite Tetap Perpajakan Bidang Kebijakan Fiskal dan Publik Kadin Indonesia, Siddhi Widyaprathama, mengatakan, di penghujung 2023 ini kondisi perekonomian di Indonesia masih aman, meski ditengah gejolak yang terjadi dunia.