Mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Buntut kasus suap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) nonaktif Rudi Rubiandini menyeret Direktur Utama Parna Raya Group, Artha Meris Simbolon. Komisi Pemberantasan Korupsi mencegah Artha Meris bepergian ke luar negeri.
Kepada Tempo yang menemuinya, Artha Meris mengaku sedang mengurus permohohan penyesuaian harga gas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik. Harga itu terkait gas yang diperoleh PT Kaltim Parna Industri, pabrik amoniak, anak usaha Parna Raya. Menurut Artha Meris, permohonan penyesuaian harga diurus agar perusahaannya bisa berproduksi lagi.
Harga gas yang diperoleh Kaltim Parna berkisar US$ 12-14 per mmbtu. Adapun perusahaan lain seperti PT Kaltim Pasifik Amoniak (KPA) hanya US$ 5,8 - 6 per mmbtu. "Bagaimana kami bisa bersaing, sudah enam bulan pabrik kami berhenti," katanya di Jakarta, Jumat, 27 September 2013.
Artha Meris mencurigai kasusnya yang ditelisik KPK sebagai upaya persaingan bisnis industri amoniak nasional. Menurut dia industri amoniak dikendalikan oleh kartel bisnis yang diperankan oleh Badan Usaha Milik Negara. "Kami swasta nasional, mengapa dimatikan," ujarnya. Menurut dia banyak perjanjian dengan pihak perbankan yang batal akibat pemberitaan terkait Parna Raya. Artha Meris juga membantah tuduhan seperti pemberian mobil Toyota Camry kepada Rudi hingga hubungannya dengan bos Kernel Oil Pte Ltd. "Gosip apa lagi, tidak ada hubungan," katanya.