TEMPO.CO, Jakarta -- Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengatakan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar tidak berpengaruh terhadap pembayaran utang dalam bentuk mata uang asing. "Utang pemerintah berdenominasi dolar sekitar 25 persen, yen 12 persen, dan rupiah 56 persen," katanya di Jakarta, Selasa, 17 September 2013.
Pembayaran mayoritas utang dolar dipenuhi dari hasil penerimaan negara seperti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan ekspor. Masalah bisa datang jika nilai tukar rupiah terhadap yen melemah. Karena penerimaan tidak ada dalam bentuk yen. Sehingga pembayaran utang berbentuk yen dikhawatirkan akan membebani pemerintah. "Ada risikonya," katanya.
Robert memastikan kondisi saat ini justru sebaliknya. "Sekarang yen melemah dan itu malah bagus."
Posisi utang pemerintah mencapai Rp 2.102,6 triliun hingga Juli 2013. Utang itu terdiri dari instrumen Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 1.501,6 triliun, pinjaman luar negeri Rp 599,1 triliun, dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 1,8 triliun.
Dari total SBN, sekitar Rp 300 triliun dalam bentuk valuta asing dan sekitar Rp 1.200 triliun dalam bentuk rupiah. Dari total SBN itu, Rp 210 triliun-220 triliun dipegang BI, dan Rp 900 triliun bisa diperdagangkan.
Adapun untuk pembayaran bunga utang, menurut Robert, ditentukan besarnya outstanding utang serta tingkat bunga. Pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp 96,7 triliun terdiri atas pembayaran bunga utang dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 90,1 miliar dan Surat Berharga Negara Rp 96,6 triliun. Pembayaran bunga tersebut merupakan kewajiban atas outstanding pinjaman dalam negeri Rp 1,8 triliun dan outstanding SBN Rp1.501,6 triliun.