Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofyan Wanandi saat konfrensi press setelah mengadakan diskusi dengan tema "Indonesia tumbuh dalam lingkungan global yang lebih rentan" di gedung BKPM, Jakarta, (12/7). Tempo/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sofjan Wanandi mengatakan waktu menginap peti kemas di pelabuhan (dwelling time) di Indonesia termasuk yang paling lama di kawasan Asia Tenggara.
Sofjan mencontohkan dwelling time di Singapura makan waktu 1,5 hari, Malaysia 3 hari dan Thailand sekitar 4 hari hingga 5 hari."Di Indonesia ini bisa sampai 14 hari," kata Sofjan ketika dihubungi Tempo, Kamis, 11 Juli 2013.
Sofjan mengatakan dwelling time yang sangat panjang ini disebabkan lemahnya koordinasi antar instansi yang berwenang di pelabuhan. Akibatnya, kata Sofjan, masing-masing instansi berjalan sesuai dengan kepentingan masing-masing.
"Kelemahannya selalu tidak mau duduk bersama. Kalaupun duduk bersama, tidak ada konsensus. Akibatnya setelah itu ya jalan sendiri-sendiri lagi," kata Sofjan.
"Dianggap semua perusahaan itu maling, jadi dipersulit semua sehingga biaya usaha tambah mahal," kata Sofjan.
Sofjan juga mengeluhkan terlalu rumitnya pengelompokan jalur pemeriksaan barang oleh Bea Cukai. Pembedaan jalur prioritas, jalur merah dan jalur hijau menurutnya justru membingungkan. "Kenapa yang dapat jalur prioritas cuma segelintir? Kalau mau mempermudah usaha, semua ya diberi jalur prioritas. Jangan karena 1-2 kesalahan di pembukuan langsung tidak bisa masuk jalur prioritas," keluh Sofjan.
Terdapat 3 jalur pemeriksaan kargo di pelabuhan yaitu jalur prioritas (MITA), jalur hijau dan jalur merah. Rata-rata dwelling time pada jalur MITA sepanjang Januari hingga Mei 2013 mencapai 4,7 hari. Rata-rata dwelling time pada jalur hijau pada periode yang sama mencapai 6,15 hari dan pada jalur merah 10,45 hari.
Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif
13 hari lalu
Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Shinta Kamdani menilai melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada penurunan confidence ekspansi usaha di sektor manufaktur nasional.