Sumber Gas untuk Petrokimia Gresik Dipertanyakan
Senin, 10 Juni 2013 19:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral diminta untuk mengkaji kembali sumber pasokan gas untuk pabrik pupuk Petrokimia Gresik. Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Gde Pradnjana mengatakan, keputusan pasokan gas diminta selesai dalam 2 hari ke depan.
"Menko memberikan waktu ke ESDM untuk melihat kembali dalam 1-2 hari ini. Dalam keputusan sementara rapat hari ini, gas dari Lapangan MDA dan MBH akan kembali ke Petrokimia Gresik," kata Gde ketika ditemui seusai rapat di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan SKK Migas memutuskan Petrokimia Gresik mendapat gas dari proyek unitisasi Lapangan Tiung Biru dan lapangan Jambaran, Blok Cepu, Jawa Timur. Sementara gas dari Lapangan MDA-MBH, Blok Offshore Madura Strait, Jawa Timur akan memasok mini LNG untuk kebutuhan pembangkit listrik di Bali. Namun, pihak Petrokimia Gresik menolak alokasi ini dan meminta pasokan gas dari Lapangan MDA-MBH yang dioperasikan Husky-CNOOC Madura Limited.
Gde mengatakan ada beberapa pertimbangan sehingga gas dari Tiung Biru-Jambaran dialokasikan untuk Petrokimia Gresik. Salah satunya, menurut Gde untuk mendorong pengembangan infrastruktur pipa gas. "Kalau dikembangkan dari Tiung Biru akan mendukung pembangunan infrastruktur, ada pasar bagi gas Tiung Biru," kata Gde.
Menurut Gde, jika Petrokimia Gresik memanfaatkan gas dari Lapangan MDA-MBH, maka akan menggunakan pipa yang sudah ada yaitu jaringan East Java Gas Pipeline (EJGP). Sementara jika menggunakan gas dari Tiung Biru Jambaran, akan menggunakan ruas pipa Gresik-Semarang yang menurut Kementerian Energi dijadwalkan selesai dibangun pada Kuartal III 2014.
Ruas pipa Semarang-Gresik sepanjang 261 kilometer akan dibangun oleh anak usaha Pertamina, Pertagas. Ruas pipa ini akan melewati jalur Semarang, Purwodadi, Cepu, Bojonegoro, Tuban dan berakhir di Gresik."Sekarang gas di Jawa Timur sudah surplus, sementara ada pasar lain yang belum teralokasikan. Selain itu ada juga potensi yang seharusnya bisa dikembangkan, jadi tidak bisa dikembangkan kalau semua menggunakan fasilitas yang ada," kata Gde.
Selain itu Gde mengatakan dari segi kelangsungan pasokan, masa produksi Lapangan Tiung Biru-Jambaran lebih lama daripada Lapangan MDA-MBH. Lapangan Tiung Biru-Jambaran bisa berproduksi sampai 17 tahun, sementara MDA-MBH berproduksi selama 9 tahun.
Sementara dari sisi volume, menurut Gde tidak ada perubahan jumlah pasokan. Demikian juga pada sisi harga, Gde mengatakan harga gas dari kedua lapangan ini tak jauh berbeda. "Kalau angka yang sempat beredar, gas dari Husky seolah-olah US$ 6,5 per MMBTU (juta british thermal unit/million british thermal unit). Tetapi dengan eskalasi 3 persen, kaalu dirata-ratakan harganya sekitar US$ 8,8 per MMBTU," kata Gde.
Kedua proyek ini diperkirakan akan selesai pada awal 2017. Sebelumnya, gas dari proyek Lapangan MDA-MBH dijadwalkan akan mengalir pada 2016, namun karena ada tender pengadaan yang harus diulang maka penyelesaian proyek mundur menjadi 2017.
BERNADETTE CHRISTINA
Terhangat:
Priyo Budi Santoso | Rusuh KJRI Jeddah | Taufiq Kiemas
Baca juga:
Murdaya Poo: Isu PRJ Pisah dari JIExpo Itu Basi
PKS: Menteri Kami Tak Ada Hubungan dengan Partai
Jokowi Gantikan Megawati Terima Tamu
Densus Ciduk Imam Masjid di Makassar