TEMPO Interaktif,
Jakarta: Dua terdakwa pembobol Bank Nasional Indonesia, Edy Santoso dan Koesadiyuwono, menggugat Direktur PT BNI (Persero) Tbk di PTUN Jakarta atas surat pemberhentian kerja atas mereka. Mereka secara terpisah mendaftarkan gugatan terhadap Direksi PT BNI tersebut. Minggu lalu, Selasa 27 Juli, Edy Santoso dan pihak BNI menyerahkan berkas kesimpulan pada majelis hakim. Dan hari ini, Selasa (3/8), giliran Koesadiyuwono dan pihak BNI menyerahkan berkas kesimpulan kepada majelis hakim. Koesadiyuwono sendiri, mantan Kepala BNI Cabang Kebayoran Baru telah dituntut penjara 17 tahun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (22/7) lalu. Ia melalui kuasa hukumnya, Nick Putra Jaya menceritakan isi berkas kesimpulannya kepada
Tempo News Room seusai sidang hari ini. Gugatan Koesadiyuwono, mantan Kepala BNI Cabang Kebayoran Baru ini menyoal SK no. KP/DIR/035/R tertanggal 15 Januari 2004 tentang pemberhentian kerja atas Koesadiyuwono. "Pemberhentian kerja terhadap klien kami tidak berdasar prosedur yang benar sesuai ketentuan yang berlaku," ujar Nick. Dalam berkas kesimpulan Koesadiyuwono, dinyatakan PT BNI (tergugat) tidak mendasarkan penerbitan surat keputusan pemberhentian kerja pada pasal 158 ayat 1 huruf (j) UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu, ada kontradiksi dalam penerapan SK no. KP/6768/W.10/7.5/R tertanggal 29 September 2003 tentang skorsing terhadap Koesadiyuwono. Pasalnya, Koesadiyuwono yang diskorsing ternyata tetap ditugaskan PT BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta sebagai anggota Tim Penyelesaian Masalah Usance L/C. Ini dapat dilihat dari risalah rapat PT BNI yang menerangkan hal tersebut. Dan selama skorsing tersebut belum berakhir, PT BNI mengeluarkan SK Direksi tentang pemberhentian Koesadiyuwono, yang bersifat retro aktif/berlaku mundur, terhitung sejak 31 Desember 2003. Selain itu, dalam berkas kesimpulan Koesadiyuwono di halaman 3, dinyatakan PT BNI telah keliru dalam mengajukan bukti-buktinya, terutama pada: bukti T2, T3, dan T6 hingga T9. Bukti T2 tentang hasil pemeriksaan satuan pengawas intern, dipertanyatakan keabsahan paraf dari satuan tersebut. Bukti T3 tentang surat dakwaan no. reg. Perkara: PDS-02/Jktsl/Ft.1/02/2004, dinilai sebagai surat dakwaan yang
obscuur libel, error in personal dan melanggar asas hukum pidana yang berlaku universal (
lex specialis derogat lex generalis) serta asas praduga tak bersalah (
presumption of innocence). Sedangkan bukti-bukti T6 hingga T9 dinilai sebagai pembuktian yang tidak berkorelasi hukum dengan obyek sengketa TUN dan tidak mengenai pokok persoalan. Oleh karenanya, pembuktian ini harus diabaikan.Oleh karenanya, dalam lembar terakhir berkas kesimpulannya, Koesadiyuwono menyatakan PT BNI telah sewenang-wenang dalam menerbitkan SK no. Kp/DIR/035/R tanggal 15 Januari 2004. SK PHK atas Koesadiyuwono itu juga dinilai telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Sementara itu, pihak BNI dalam berkas kesimpulannya mengatakan PTUN tidak berwenang dalam memeriksa perkara gugatan Koesadiyuwono bernomor 054/G.TUN/2004/PTUN.JKT ini. Pasalnya, gugatan pekerja atas pemutusan hubungan kerja mestinya dilayangkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Ini didasarkan pada pasal 158 ayat 1 UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dan berdasar UU no. 2 tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial, bahwa jika Pengadilan Hubungan Industrial tersebut belum ada, maka P4D dan P4P-lah yang menyelesaikan obyek sengketa tersebut.Pihak BNI juga mengatakan dalam berkas kesimpulannya, SK Direksi tentang pemecatan Koesadiyuwono telah sesuai dengan ketentuan kepegawaian berdasar Rapat Direksi PT BNI tertanggal 31 Desember 2003. Ketentuan tersebut intinya adalah kesalahan berat dikenai sanksi administratif langsung yang berdasar Laporan Hasil Audit SPI tanpa melalui proses berita acara pemeriksaan dan tuduhan yang dilakukan oleh pejabat internal BNI.Selain itu, dalam berkas kesimpulan PT BNI yang ditandatangani 3 kuasa hukumnya: Iwan Setiawan, Arie Budiman, dan Muhammad Aulia Gislir, dasar PHK adalah adanya bukti Koesadiyuwono ditahan pihak berwajib. Karenanya, PT BNI dapat melakukan PHK tanpa mendapat penetapan sebelumnya dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Apabila dilakukan penundaan SK PHK atas Koesadiyuwono tersebut, dikuatirkan kerugian PT BNI akan bertambah besar. Dalam perkara dua terdakwa pembobol BNI terhadap direksi PT BNI ini, terdapat majelis hakim sama yang bertugas memeriksanya, yaitu: Djoko Dwi Hartono, Liliek Eko Poerwanto dan Edi Supriyanto. Jika Djoko Dwi Hartono bertindak sebagai ketua majelis hakim di perkara gugatan Koesadiyuwono, maka Liliek Eko Poerwanto bertindak sebagai ketua majelis hakim di perkara gugatan Edy Santoso. Sidang akan dilanjutkan minggu depan, Selasa (10/8) untuk mendengarkan keputusan majelis hakim.
RR. Ariyani - Tempo News Room