TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany menyatakan target penerimaan pajak tahun ini sulit dicapai. Hingga 18 Desember 2012, penerimaan pajak baru mencapai Rp 794,423 triliun atau 89,76 persen dari target 2012 yang sebesar Rp 885 triliun.
"Kami usahakan di atas 95 persen, kalau sampai 100 persen sulit," ucap Fuad dalam pertemuan dengan wartawan, Kamis, 20 Desember 2012. Ia menjelaskan, perlambatan ekonomi global sudah mulai dirasakan sejumlah sektor usaha seperti pertambangan, manufaktur, dan tekstil.
Hingga 18 Desember, Pajak Penghasilan Nonmigas Rp 370,917 triliun atau tumbuh 8,76 persen dibanding tahun sebelumnya. Pajak Penghasilan Migas Rp 78,152 triliun atau tumbuh 20,36 persen dibanding tahun sebelumnya.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah Rp 312,957 triliun atau naik 32,01 persen dibanding tahun sebelumnya. Pajak Bumi dan Bangunan Rp 28,365 triliun atau naik 18,57 persen dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan pajak lainnya Rp 4,030 triliun atau naik 7,49 persen.
"Pph tahun ini dibanding tahun lalu pertumbuhannya anjlok. Penerimaannya positif, hanya saja tumbuhnya cuma 8,7 persen, tahun lalu 19 persen," katanya.
Menurut catatan Direktorat Jenderal Pajak per 15 Desember, sejumlah sektor mengalami perlambatan pertumbuhan bahkan tak bertumbuh. Pertumbuhan Pph sektor industri pengolahan turun dari 24,11 persen pada 2011 menjadi -1,75 persen pada 2012.
Beberapa sektor industri pengolahan yang turun signifikan yakni sektor industri batu bara, pengilangan minyak bumi, dan pengolahan gas bumi turun dari 46,22 persen menjadi -74,61 persen dan industri kendaraan bermotor turun dari 44,75 persen menjadi -5,48 persen.
Pertumbuhan Pajak Penghasilan perantara keuangan juga turun signifikan dari 19,55 persen pada 2011 menjadi Rp 10,8 persen pada 2012. Bank turun dari 19,77 persen menjadi 8,26 persen, nonbank kecuali asuransi turun dari 14,56 persen menjadi 7,91 persen. Ada pun asuransi naik dari 32,25 persen menjadi 50,95 persen.
Pertumbuhan Pph pertambangan dan penggalian turun dari 19,05 persen pada 2011 menjadi 15,47 persen pada 2012. Penurunan terjadi di dua sektor pertambangan yakni bijih tembaga dari 8,25 persen menjadi -60,8 persen, dan emas serta perak turun dari 24,41 persen menjadi -68,74 persen.
Pertumbuhan Pph perdagangan besar dan eceran turun dari 22,3 persen pada 2011 menjadi 17,99 persen. Pertumbuhan Pph real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan juga turun dari 14,96 persen pada 2011 menjadi 10,83 persen pada 2012.
Pertumbuhan Pph pertanian, perburuan, dan kehutanan juga turun dari 22,28 persen pada 2011 menjadi 7,72 persen. Sebaliknya, Fuad menjelaskan, PPN tumbuh tinggi, dari tahun lalu sekitar 19 persen menjadi 32 persen tahun ini.
Menurutnya, hal ini terkait dengan gebrakan yang dilakukan Ditjen Pajak melalui registrasi ulang pengusaha kena pajak atau perusahaan yang mendapat izin mengeluarkan faktur pajak.
"Banyak faktur palsu. Kami mencabut izin 365 ribu izin," ujarnya. Saat ini, jumlah pengusaha kena pajak mencapai 770 ribu.
Untuk mencapai target, Ditjen Pajak mengeluarkan surat perintah agar Kantor Pajak tetap buka pada tanggal 31 Desember. Ditjen pajak juga meminta Kementerian Keuangan. mengeluarkan surat agar bank membuka layanan penyetoran pajak pada 31 Desember.
Ke depan, kata Fuad, pihaknya akan memfokuskan pada perluasan basis pajak untuk menggenjot penerimaan pajak. Sejauh ini, orang pribadi yang membayar pajak baru 25 juta dari 60 juta. Adapun badan usaha yang membayar pajak baru 500 ribu dari 22 wajib pajak badan usaha yang terdaftar.
MARTHA THERTINA
Berita terkait
Direktorat Jenderal Pajak dan Australia Kerja Sama bidang Pertukaran Informasi Cryptocurrency
9 hari lalu
Kesepakatan kerja sama ini dirancang untuk meningkatkan deteksi aset yang mungkin memiliki kewajiban pajak di kedua negara.
Baca SelengkapnyaPrabowo Banggakan Rasio Pajak Orba, Begini Respons Direktorat Jenderal Pajak
39 hari lalu
Respons Direktorat Jenderal Pajak terhadap pernyataan Prabowo Subianto yang membanggakan rasio pajak era Orba.
Baca SelengkapnyaDampak Menggunakan Materai Palsu, Bisa Mengurangi Pendapatan Pajak Negara
42 hari lalu
Penggunaan meterai palsu secara marak bisa mengganggu sistem pajak dan merugikan negara
Baca SelengkapnyaRafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding
50 hari lalu
Rafael Alun Trisambodo, bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dalam putusan banding tetap menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta.
Baca SelengkapnyaDJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya
5 Januari 2024
DJP Kemenkeu mencatat telah memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik alias pajak digital sebesar Rp 16,9 triliun pada akhir 2023.
Baca Selengkapnya2024 NIK Jadi NPWP, Ini Cara Memadankannya
29 November 2023
Setelah tanggal 31 Desember 2023, masyarakat menggunakan NIK untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Begini caranya jadi NPWP
Baca SelengkapnyaBegini Cara Mengecek NIK Sudah Terintegrasi dengan NPWP atau Belum
29 November 2023
Kemenkeu akan segera menerapkan kebijakan NIK jadi NPWP secara penuh pada pertengahan 2024. Berikut cara cek NIK yang sudah tertintegrasi dengan NPWP.
Baca SelengkapnyaBegini Cara Memadankan NIK-NPWP
8 November 2023
Memadankan NIK-NPWP dilakukan paling lambat Desember 2023. Begini caranya.
Baca SelengkapnyaDJP Pastikan Kerahasiaan Data Wajib Pajak pada Skema Prepopulated
27 Oktober 2023
DJP memastikan bahwa kerahasiaan data yang berkaitan dengan wajib pajak akan terjaga saat skema prepopulated diterapkan.
Baca SelengkapnyaDJP Sebut Insentif Sektor Properti Tak Kurangi Penerimaan Pajak Negara
27 Oktober 2023
Insentif pajak properti yang ditanggung pemerintah berasal dari pajak masyarakat yang kemudian dibayarkan oleh Direktorat Jenderal Anggaran.
Baca Selengkapnya