Kementerian Energi Dituding Tak Tegas Batasi BBM
Editor
Rr. Ariyani Yakti Widyastuti
Jumat, 14 Desember 2012 13:12 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, menilai Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tak tegas dalam menerapkan program pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Pembatasan harus ditingkatkan. Tidak hanya imbauan atau iklan layanan masyarakat. Inisiatifnya harus dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral," kata Bambang di kantor Kementerian Keuangan, Jumat, 14 Desember 2012.
Pembatasan BBM yang hanya berupa imbauan, menurut Bambang, mengakibatkan anggaran subsidi semakin membengkak tahun ini. Hal ini merespons pernyataan Menteri Keuangan Agus Martowardojo soal defisit anggaran pemerintah hingga akhir tahun 2012 bisa mencapai 2,35 persen atau sekitar Rp 70 triliun, atau melebar dari target pemerintah sebelumnya 2,2 persen.
Lebih jauh, menurut Bambang, dalam Undang-Undang ABPN 2013, pemerintah memang diberikan wewenang untuk menaikkan harga BBM. Namun solusi masalah subsidi tidak cukup hanya dengan kebijakan fiskal, yang akhirnya akan menaikkan harga. "Pertumbuhan ekonomi tinggi, konsumsi energi tentu akan naik. Tidak cukup kebijakan fiskal, harus ada kebijakan energi," katanya.
Pemerintah sebetulnya sudah mencanangkan pembatasan penggunaan BBM untuk kendaraan pribadi. Selain itu, ada juga rencana untuk melakukan konversi bahan bakar minyak ke gas, peningkatan kilang minyak, dan mengembangkan energi alternatif. "Untuk konversi, harus ditingkatkan soal pembangunan infrastruktur CNG. Kami juga mendukung perluasan kilang. Tapi harus serius dan jangan diobral," katanya.
Anggaran subsidi BBM tahun ini memang terus membengkak seiring bertambahnya kuota BBM bersubsidi. Dalam APBN 2012, pemerintah menargetkan kuota BBM bersubsidi sebesar 40 juta kiloliter, yang bertambah menjadi 44 juta kiloliter. Akibat terus tingginya konsumsi, pemerintah kembali menambah kuota BBM sebanyak 1,2 juta kiloliter. Walhasil, anggaran subsidi dari semula Rp 137 triliun membengkak hingga Rp 230 triliun pada tahun ini.
Hal tersebut juga berdampak terhadap defisit anggaran pemerintah. Dalam APBN 2012, pemerintah menargetkan defisit anggaran sebesar 2,2 persen. Namun, dengan kondisi seperti itu, defisit hingga akhir tahun 2012 kemungkinan melebar hingga 2,35 persen atau sekitar Rp 70 triliun. Jika kondisi tersebut terus berlanjut, defisit anggaran kemungkinan akan kembali melebar pada tahun depan, yang ditargetkan 1,65 persen.
ANGGA SUKMA WIJAYA