Penambahan Ruas Tol Tak Selesaikan Masalah Kemacetan
Editor
Setiawan Adiwijaya
Minggu, 4 November 2012 19:07 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia, Pandit Pranggana, meminta pemerintah menyelaraskan pembangunan jalan tol dengan pembangunan jalan berbasis rel atau kereta api. “Sah-sah saja pemerintah berusaha menambah ruas tol untuk memecahkan masalah kemacetan. Tetapi, akan jauh lebih baik jika pemerintah juga ikut mengembangkan kereta api, karena moda transportasi ini jauh lebih efektif mengangkut orang dan barang daripada kendaraan darat lainnya,” kata Pandit saat dihubungi Ahad, 4 November 2012.
Pandit menjelaskan, pembangunan jalan memberikan efek samping lain berupa penambahan volume kendaraan bermotor. Sebab, penambahan jalan tol juga biasanya ikut mendorong masyarakat menggunakan kendaraan pribadi ketimbang kendaraan umum. “Jalan tol memang mampu memperlancar arus perpindahan orang dan barang. Namun jangan lupa, penambahan jalan tol juga mendorong pertumbuhan volume kendaraan bermotor,” Pandit mengatakan.
Ia mencontohkan pembangunan jalan tol di DKI Jakarta. Seiring dengan pembangunan ruas tol dalam kota, bukan kelancaran arus lalu lintas yang didapat, malah kemacetan yang semakin banyak akibat volume kendaraan juga semakin bertambah. Hal tersebut disebabkan jalan tol memiliki konsep perpindahan orang dan barang sekaligus kendaraan yang ditumpanginya.
Berbeda dengan moda transportasi berbasis rel. Kereta api, kata Pandit, mampu memobilisasi orang dan barang tanpa perlu ikut memindahkan kendaraannya. Kereta api juga mampu mengangkut orang dan barang sekaligus dalam jumlah besar tanpa perlu menambah pertumbuhan kendaraan bermotor. Sebab, angkutan tersebut sudah terprogram memiliki jumlah moda transportasi tetap dan dengan waktu angkutan yang terorganisasi.
Walau demikian, menurutnya, pembangunan jalan tol memang dibutuhkan demi mengejar ketertinggalan Indonesia dengan negara-negara tetangga dalam hal panjang ruas tol. Terlebih lagi, memang ada kondisi ketika jalan tol tidak dapat digantikan dengan jalan rel. Misalnya fleksibilitas jalan tol dan kemampuan jalan tol untuk menumbuhkan perekonomian daerah yang dilewati jalan tol.
“Karena itu, pemerintah harus mulai mengintegrasikan moda transportasi darat, baik jalan tol, jalan rel, maupun jalan arteri agar mobilitas orang dan barang semakin meningkat,” kata Pandit.
Ia menambahkan, ketiga moda angkutan darat itu harus dapat berjalan dengan selaras satu sama lain. Dengan demikian, bisa saling mendukung dan kemacetan dapat dihindari.
Senada dengan Pandit, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia wilayah Jakarta, Tri Cahyono, mengatakan pembangunan jalan tol tidak akan mampu meningkatkan mobilitas orang dan barang, khususnya di Ibu Kota, tanpa pola integritas yang mumpuni. “Jalan tol tidak akan menyelesaikan masalah apabila tidak diimbangi perbaikan angkutan umum dan pola mobilitas warga,” kata Tri dalam pesan singkatnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, Djoko Murjanto, menyatakan lima ruas tol trans Jawa dan Bali siap beroperasi pada 2013 mendatang. Kelima ruas tol tersebut adalah Tol Jakarta Outer Ring Road W2 Kebon Jeruk-Ulujami Seksi 1, Tol Surabaya-Mojokerto Seksi 4, Tol Bawean-Ungaran, Tol Tanjung Benoa-Ngurah Rai-Nusa Dua, dan Tol Mojokerto-Kertosono Seksi 1.