TEMPO.CO, Jakarta - Managing Research Indosurya Asset Management Reza Priyambada menilai anjloknya harga saham PT Bumi Resouces Mineral (BRMS) dipicu oleh kinerja keuangan perseroan. “Anjloknya saham BUMI hingga 14,6 persen akibat sentimen negatif investor pascaperusahaan grup Bakrie tersebut melansir kinerja keuangan semester pertama 2012,” katanya kepada Tempo, Selasa, 28 Agustus 2012.
Pada paruh pertama 2012, BUMI mencatat kerugian bersih senilai US$ 322,06 juta. Padahal pada paruh pertama 2011, perseroan masih mencatat laba bersih US$ 231,68 juta. Meski merugi, pendapatan BUMI masih menunjukkan pertumbuhan 14,12 persen year-on-year menjadi US$ 1,94 miliar. "Meski mencatat kenaikan pendapatan, net income merugi cukup besar," ucapnya.
Menurut Reza, pendapatan tak mampu menutup biaya operasional yang juga melonjak. Belum lagi kerugian akibat selisih kurs dan transaksi derivatif. Ia menambahkan, kondisi tersebut diperburuk dengan penurunan peringkat BUMI oleh sejumlah lembaga pemeringkat internasional, seperti Moody's.
Reza menjelaskan, pelaku pasar juga melihat utang yang semakin membesar. "Mereka setiap kali maturity debt atau utang jatuh tempo pasti akan ada aksi tukar guling saham, jualan aset, ini bisa membuat sentimen buruk," jelasnya.
Menurut Reza, saham BUMI bisa saja rebound lagi, jika ada komitmen dari manajemen untuk memperbaiki kinerja dan melunasi utang. Faktor lainnya, outlook industri, pergerakan harga batubara, dan underlying BUMI.
"Pergerakan batubara semester 1 menunjukkan penurunan, di akhir tahun kemarin masih di kisaran US$ 100-110 per meter ton sekarang hanya US$ 95-96 per meter ton. Secara nominal tidak terlalu banyak tapi jika dikalikan volume sangat besar," katanya.
Adapun hingga akhir tahun, Reza memperkirakan harga batu bara, jikapun membaik kemungkinan di kisaran US$ 96- US$ 98 per meter ton. Penurunan harga saham BUMI, dijelaskan Reza bisa mempengaruhi pergerakan saham emiten Bakrie lainnya. Meski begitu, sejauh ini, dampaknya terpantau masih minimal. "Penurunan, tidak signifikan, Bakrie Telekom stagnan," ucapnya.
MARTHA THERTINA
Berita terkait
BI Catat Rp 2,47 T Modal Asing Tinggalkan RI Pekan Ini
13 jam lalu
BI mencatat aliran modal asing yang keluar pada pekan keempat April 2024 sebesar Rp 2,47 triliun.
Baca SelengkapnyaHari Ini IHSG Diperkirakan Menguat, Saham Apa Saja yang Potensial Dilirik?
5 hari lalu
Analis PT Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada memperkirakan IHSG pada awal pekan ini menguat bila dibandingkan pekan lalu. Apa syaratnya?
Baca SelengkapnyaSenin Depan, BEI Terapkan Full Call Auction di Papan Pemantauan Khusus
37 hari lalu
BEI akan menerapkan mekanisme perdagangan lelang berkala secara penuh atau full call auction di Papan Pemantauan Khusus pada Senin pekan depan.
Baca SelengkapnyaPekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.
Baca SelengkapnyaMicrosoft Salip Apple di Pasar Saham dengan Keunggulan AI
30 Januari 2024
Para investor sepakat bahwa Microsoft berkembang jauh lebih signifikan dibanding Apple, bahkan untuk lima tahun ke depan.
Baca SelengkapnyaIsrael Selidiki Investor Untung Jutaan Dollar karena Sudah Antisipasi Serangan Hamas 7 Oktober
5 Desember 2023
Israel sedang menyelidiki klaim peneliti AS bahwa beberapa investor mungkin telah mengetahui sebelumnya tentang rencana serangan Hamas
Baca SelengkapnyaPotensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
4 Desember 2023
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa ke depan potensi bursa karbon masih cukup besar.
Baca SelengkapnyaBEI Ungkap Penyebab Sepinya Bursa Karbon Dibandingkan dengan Bursa Saham
30 November 2023
Dari sisi transaksi bursa karbon tercatat sudah ada lebih dari 490 ribu ton dengan nilai harga jual karbon terakhir senilai Rp 59.200.
Baca Selengkapnya2024, BEI Bidik Nilai Transaksi Harian Rp 12,25 Triliun
26 Oktober 2023
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membidik rata-rata nilai transaksi harian (RNTH) pada tahun 2024 sebesar Rp 12,25 triliun pada tahun 2024.
Baca SelengkapnyaTransaksi Harian Jeblok 29 Persen, BEI: Ada Shifting Investasi dengan New Normal
7 Oktober 2023
Bursa Efek Indonesia (BEI) membeberkan alasan nilai transaksi harian di pasar modal Indonesia yang jeblok dibandingkan tahun lalu.
Baca Selengkapnya