TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah menandatangani delapan perjanjian kerja sama untuk pengembangan blok gas metana batubara (coal bed methana) dengan nilai komitmen investasi sebesar US$ 39,4 juta. "Itu untuk masa eksplorasi selama tiga tahun," ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Evita Herawati Legowo, Rabu, 18 April 2012.
Selain komitmen investasi, pemerintah juga mendapatkan bonus langsung tanda tangan kontrak sebanyak US$ 8 juta. Lelang untuk blok CBM ini sendiri dibuka sejak tahun lalu dengan sistem penawaran langsung.
Adapun empat blok awal yang ditawari pemerintah adalah: Blok Bangkanai I dimenangkan oleh PT Bangkanai CBM Energi, Bangkanai II oleh PT Borneo Metana Energi, Kuala Kapuas II oleh PT Bina Mandiri Energi, dan West Sanga-Sanga I oleh PT Sanga-Sanga Energi Prima.
Di lain pihak, empat blok lain yang ditawarkan langsung berdasarkan Peraturan Menteri No 33 Tahun 2006 karena berada di lahan yang tumpang tindih dengan blok tambang lain adalah Blok Air Komering oleh PT Batu Raja Energi dan PT Anugrah Persada Energi, Air Benakat I oleh konsorsium PT Pertamina Hulu Energi Metana Sumatra 3 dan PT Petrobara Sentosa, Blok Air Benakat II oleh konsorsium PT PHE Metana Sumatera 6 dan PT Prima Gas Sejahtera, Air Benakat III oleh Konsorsium PT PHE Metana Sumatera 7 dan PT Unigas Geosinklinal Makmur.
Evita menjelaskan untuk produksi CBM sebagai energi baru, pemerintah memang masih uji coba. Tetapi, terdapat roadmap yang menargetkan produksi gas batubara ini dapat menyentuh angka 500 juta standar kaki kubik per hari pada 2015. Produksi dari gas metana ini, menurutnya, biar kecil mampu menyumbang energi yang signifikan untuk menyalakan pembangkit listrik. "0,3 mmscfd saja bisa menghasilkan listrik sebanyak 1 Megawatt," katanya.
Berbeda dengan produksi gas konvensional, gas metana batubara dapat diproduksikan meski masih dalam tahap eksplorasi. Dalam prosesnya, gas yang ditemukan di sela-sela batubara ini hanya perlu deep watering untuk mengeluarkan gas yang diinginkan.
Saat ini, gas yang sudah berproduksi dan dioptimalkan untuk menjadi bahan bakar pembangkit adalah gas metana batubara yang dikembangkan oleh Vico di Blok Sanga-Sanga. Blok tersebut diteken pada 2008 dan berproduksi serta dioptimalkan pada 2011. "Harganya mencapai US$ 7,5 per mmbtu. Ini cukup bagus untuk produksi yang kecil," katanya.
Wakil Kepala Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas (BPMigas) Hardiono menjelaskan potensi gas metana batubara yang dimiliki Indonesia sangatlah besar yaitu mencapai 458 triliun kaki kubik."Atau nomor enam di dunia," katanya.
Meskipun kualitas gas CBM yang dihasilkan belum dapat dikonfirmasi. Saat ini, sudah ada 73 wilayah kerja eksploitasi dan 214 wilayah kerja eksplorasi untuk gas metana ini. Menurutnya, perkembangan CBM di Indonesia sangat pesat. Hingga semester ini saja, sudah ada 50 wilayah kerja yang ditandatangani.
Pengembangan CBM, diakui olehnya, masih menghadapi beberapa hambatan, seperti sertifikasi produksi, pengadaan perlatan, akses lahan, hingga tumpang tindih dengan lahan-lahan tambang lainnya. Namun, hambatan ini diupayakan oleh pemerintah untuk dapat dikurangi, bersama-sama Kementerian Energi berkoordinasi dengan Kementerian dan Instansi terkait agar pengembangan CBM dapat berjalan lancar.
GUSTIDHA BUDIARTIE
Berita terkait
Pemboran 427 Sumur Pengembangan Selesai, SKK Migas Soroti Ketersediaan Rig
2 September 2023
SKK Migas mencatat telah menyelesaikan pemboran 427 sumur pengembangan hingga Juli 2023.
Baca SelengkapnyaPetronas Klaim Tak Ada Indikasi Korupsi dalam Kontrak Migas di Sarawak
27 Mei 2023
Pernyataan Petronas itu muncul setelah Komisi Anti Korupsi Malaysia (MACC) sehari sebelumnya mengumumkan penyelidikan dugaan korupsi kontrak migas itu
Baca Selengkapnya12 Proyek Migas Kelar, SKK Migas Bidik 3 Proyek Lagi Onstream di Tahun Ini
29 Oktober 2021
SKK Migas sedang melakukan koordinasi dengan KKKS untuk menambah tiga proyek baru yang ditargetkan bisa onstream tahun ini.
Baca SelengkapnyaKontrak Blok Masela Diperpanjang Sampai Tahun 2055
13 Juli 2019
SKK Migas menyetujui perpanjangan kontrak Blok Masela yang seharusnya berakhir pada 2028 menjadi tahun 2055.
Baca SelengkapnyaArcandra Tahar: Kontrak Harga Jual Beli Gas Jadi Sumber Masalah
25 September 2018
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menyebut salah satu tantangan dalam pengembangan gas nasional adalah kontrak harga yang bisa berubah-ubah.
Baca SelengkapnyaESDM Perpanjang Empat Kontrak Bagi Hasil Migas
11 Juli 2018
Kementerian ESDM memperpanjang kontrak bagi hasil empat blog migas.
Baca SelengkapnyaLelang Wilayah Migas, Arcandra Tahar: 5 Blok Diminati Investor
30 Desember 2017
Dari tujuh proyek yang dilelang, menurut Arcandra Tahar, lima proyek sudah diminati investor.
Baca SelengkapnyaWamen ESDM Klaim Skema Gross Split Lebih Diminati Investor Migas
29 Desember 2017
Sejak penggunaan skema gross split, Kementerian ESDM menegaskan lelang wilayah migas lebih banyak diminati ketimbang skema cost recovery.
Baca SelengkapnyaRevisi Gross Split, SKK Migas: Ada 10 Tambahan Kontrak Baru
8 September 2017
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi optimistis revisi aturan gross split akan menarik lebih banyak investor.
Baca SelengkapnyaDinilai Tak Ekonomis, ExxonMobil Akan Hengkang dari East Natuna
18 Juli 2017
Dari kajian yang diselesaikan pada Juni 2017 itu didapatkan
bahwa proyek pengembangan gas East Natuna tidak layak
investasi.