TEMPO.CO, Jakarta- Sepanjang tahun lalu, kinerja keuangan sejumlah emiten ban mengalami penurunan. Meski penjualan mobil tahun lalu tinggi, kinerja perusahaan suku cadang ban tidak ikut terangkat.
Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo, mengatakan perekonomian dunia yang melambat pada tahun lalu membuat perusahaan-perusahaan yang biasanya melakukan ekspor menjadi terhambat.
"Bisa jadi pertumbuhan ekspor perusahaan-perusahaan itu memang sedang jelek," kata Satrio ketika dihubungi Tempo, Ahad, 1 April 2012.
Pada tahun lalu, penjualan mobil Indonesia mencapai rekor tertinggi sebesar 890.410 unit. Diperkirakan angka penjualan 2012 akan tumbuh mencapai 1 juta unit.
Dikatakan Satrio, penurunan kinerja bisa juga disebabkan oleh kesalahan penghitungan biaya bahan baku atau tingginya beban pokok penjualan. Sehingga menggerus keuntungan perusahaan.
Edwin Sebayang. Kepala Riset MNC Securities, berpendapat tergerusnya pendapatan serta laba bersih perusahaan ban disebabkan masih banyak perusahaan yang menggunakan bahan baku impor.
Selain itu, nilai tukar dolar Amerika Serikat yang sangat tinggi membuat laba bersih mengalami penurunan yang sangat tinggi. Seperti halnya PT Goodyear Indonesia Tbk (GDYR).
Laba bersih perusahan pada 2011 turun hingga tiga kali lipat menjadi US$ 2,15 juta dari tahun sebelumnya sebesar US$ 7,41 juta. Penjualan bersih GDYR pun tidak naik signifikan, dari US$ 193,3 juta pada 2010 menjadi US$ 207,3 juta.
Menurutnya, volume penjualan GDYR yang menurun diikuti pula dengan beban pokok penjualan yang juga meningkat. Selain itu, perusahaan itu pun terkena dampak tingginya nilai tukar dollar AS.
Kinerja keuangan PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) juga anjlok. Meski penjualan bersih lebih tinggi 20 persen dibandingkan penjualan 2010 yaitu sebanyak Rp 11,8 triliun, namun tingginya beban penjualan membuat perusahaan harus menerima keuntungan yang lebih kecil sebesar Rp 683,6 miliar dibandingkan 2010 sebesar Rp 830,6 miliar.
Edwin mengatakan, itu disebabkan cicilan utang perusahaan GJTL lebih tinggi sepanjang tahun lalu. Emiten ban lainnya, PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) juga mengalami penurunan kinerja keuangan.
Laba bersih pada tahun lalu sebesar Rp 143,1 miliar, padahal tahun sebelumnya bisa mencapai Rp 176 miliar. Penjualan bersih hanya meningkat tipis dari Rp 2 triliun pada 2010 menjadi Rp 2,86 triliun pada tahun lalu.
Penurunan itu terjadi akibat MASA banyak melakukan ekspansi pada tahun lalu. Pada 2011, MASA memperluas pabriknya untuk meningkatkan kapasitas produksi. "Ini membuat beban penjualan meningkat dan laba pun berkurang."
Pada tahun ini, kinerja emiten suku cadang ban pun diperkirakan tidak jauh beda dibandingkan tahun lalu. Bahkan performa emiten ban itu akan lebih turun. "Permintaan ban dari luar negeri tidak ada perbaikan. Ini akan berdampak untuk Gajah Tunggal misalnya. Karena hampir 100 persen produknya diekspor," kata Edwin.
Untuk mengantisipasi penurunan kinerja itu, perusahaan ban harus mencari wilayah baru untuk menjual produknya. Selain itu, perusahaan juga perlu melakukan lindung nilai (hedging) bahan baku. "Mereka harus siap-siap melakukan hedge terhadap bahan baku bijih karet. Apalagi melihat kecenderungan minyak dunia yang terus menguat," ujar dia.
SUTJI DECILYA