TEMPO Interaktif,
Jakarta:Pemerintah akan menerapkan sistem penggajian khusus untuk lembaga baru pengganti Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang akan mengakhiri masa kerjanya pada 27 Februari. Karena mungkin masih memerlukan ahli di bidangnya. Jadi akan ada penggajian khusus, kata Menteri Keuangan Boediono dalam rapat kerja dengan Komisi Keuangan dan Perbankan DPR mengenai pengakhiran masa tugas BPPN di gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (5/2) malam. Menjelang berakhirnya masa kerja BPPN, pemerintah akan membuat lembaga baru, Perusahaan Pengelola Aset (PPA), yang menangani sisa aset BPPN yang belum terjual. Selain PPA, tambah Boediono, lembaga penjaminan juga memerlukan tenaga ahli di bidangnya yang tidak bisa diambil dari sisi pegawai negeri. Untuk itu kita memerlukan orang-orang yang kita sewa, katanya.Dalam sidang kabinet yang digelar pada 17 November 2003 dan 15 Januari 2004 pemerintah memutuskan BPPN harus mengakhiri tugasnya pada 27 Februari 2004. Sisa aset BPPN ini akan dikelola oleh PPA dan masalah penjaminan yang ditangani Lembaga Penjamin Simpanan. Namun BPPN juga akan membentuk Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah (UP3) sebelum LPS terbentuk. Hal ini termuat dalam Keppres Nomor 26 Tahun 1998 mengenai Jaminan Kewajiban Pembayaran Bank Umum. BPPN juga membentuk tim pemberesan untuk membenahi persoalan administrasi masa peralihan ini.Ketua BPPN, Syafruddin Temenggung, mengatakan tim pemberesan ini akan bekerja maksimal enam bulan. Kalau aset sudah dibereskan, maka akan diserahkan kepada PPA. Seandainya tidak bisa dibereskan dalam waktu tiga sampai enam bulan akan di-
review lagi, katanya.Pemerintah, kata Syafruddin, telah menyiapkan konsep PPA ini dalam bentuk persero untuk jangka waktu lima tahun. Menurutnya, PPA ini diharapkan bisa menjual, mengelola, dan bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset. Penanganan aset ini sedang digodok sepenuhnya, katanya.Syafruddin menegaskan bahwa transfer aset BPPN ke lembaga baru ini akan menggunakan nilai pasar, bukan nilai buku. Dilihat secara lokal dan mikro, kata dia, harga buku ini bisa jadi menguntungkan BPPN sekarang, tapi menyusahkan PPA nanti. Memang ada untung ruginya, katanya.Proses pengalihan ini, kata Syafruddin, harus dilaksanakan sesuai dengan aturan, terutama berkaitan dengan properti. Ini harus bisa dilaksanakan sedemikian rupa sehingga tidak ada aturaan yang berlaku ditabrak, katanya. Namun teknis penanganan aset ini kembali diserahkan kepada Menteri Keuangan.Pemerintah juga masih akan mengkaji soal kewenangan yang akan beralih ke PPA. BPPN, kata Syafruddin, sudah melakukan konsultasi dengan Ketua Mahkamah Agung (MA) yang berkaitan dengan aspek hukum dan perkara. MA mengatakan BPPN mewakili pemerintah sehingga setelah BPPN harus kembali ke pemerintah, katanya. Setelah itu pemerintah boleh mengganti dengan berbagai pihak dan MA akan mengeluarkan edaran kepada masyarakat dan pengadilan. Memang yang ditunjuk oleh pemerintah itu yang akan meneruskan pekerjaan BPPN baik sebagai tergugat ataupun penggugat, katanya. Hal ini, kata Syafruddin, masih dipikirkan, digodok, dan dimintakan arahan dari pemerintah.Mengenai adanya wacana imunitas mantan karyawan BPPN, Syafruddin mengaku tidak pernah terlintas dan dibahas oleh pemerintah. Ia mengatakan pihaknya hanya mengacu pada PP Nomor 18 Tahun 2000 Pasal 64a yang berbunyi, Terhadap kemungkinan gugatan atau tuntutan yang dapat menimbulkan kewajiban hukum yang bersifat perdata sehubungan dengan pengambilan keputusan dan kebijaksanaan yang sejalan dengan tugas dan wewenang ketua, wakil ketua, deputi, dan seluruh pejabat BPPN, menteri keuangan, serta ketua dan anggota KKSK sebagaimana yang dimaksud dengan peraturan yang berlaku sepanjang dilakukan dengan itikad baik, pemerintah memberikan jaminan perlindungan.BPPN masih mempunyai 2.504 masalah hukum, sebagian sudah beres, tinggal sekitar 1.263 yang meliputi 371 debitur dengan nilai utang kira-kira Rp 20,1 triliun. Menurut Syafruddin, proses debitur ini lebih banyak luncuran dari kasus BBU/BBKO yang lalu. Selain itu, kasus BPPN mendapat luncuran kasus dari penjaminan yang berkaitan dengan dana pihak ketiga. Itu yang mendominasi banyak kasus hukum yang ada di BPPN, katanya.Syafruddin mengatakan proses hukum orang BPPN ini masih panjang sementara lembaganya sendiri dihapus. Pada saat BPPN selesai, katanya, pihaknya akan banyak dilaporkan menyangkut tugasnya. Ia mencontohkan saat menyita aset debitur yang membangkang. Setelah ditahan, katanya, debitur itu melapor ke polisi sehingga ada staf BPPN yang ditahan. Saya tidak bisa mengerti kedudukan hukum seperti ini, katanya. Inilah jaminan hukum yang kami mintakan. Kami tidak meminta sesuatu di luar hukum kita, katanya.
Yandi MR - Tempo News Room