TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto, menegaskan bahwa sulit bagi pemerintah untuk menambah cadangan minyak terbukti nasional tanpa disertai penataan dan pembenahan lembaga yang mengurusi sektor hulu minyak dan gas.
Cadangan terbukti minyak nasional tahun depan hanya sebanyak 3,92 miliar barel, cadangan ini diperkirakan habis dalam waktu 13 tahun mendatang apabila tidak ada upaya peningkatan eksplorasi dari pemerintah. Pemerintah saat ini hanya menitikberatkan perhatian pada produksi minyak nasional, artinya minyak terus dikuras tanpa disertai upaya penemuan cadangan baru.
Permasalahannya, eksplorasi sangat tergantung pada investasi para kontraktor migas. Kontraktor migas skala besar seperti Chevron, Exxon, Shell dan Total pun sudah tak tampak berminat di lelang-lelang blok migas belakangan ini."Harusnya pemerintah bisa lebih pro aktif dalam mengundang investor," ujar Pri Agung, Ahad 25 Desember 2011.
Urusan investasi migas ini dinilai carut marut oleh Pri Agung, pasalnya mekanisme ini tidak diatur oleh satu lembaga."Lelang oleh pemerintah, sementara BP Migas untuk eksploitasi dan pengawasan. Sehingga agak susah dan lebih bersifat menunggu," kata dia.
Seandainya mekanisme tersebut dipegang oleh suatu lembaga yang lebih bersifat bisnis ketimbang menjadi regulator, maka, badan tersebut akan lebih mudah mendekati perusahaan minyak dan gas skala besar untuk langsung berinvestasi di blok-blok berpotensi besar meskipun wilayahnya berada di laut dalam maupun timur Indonesia.
"Kalau sistemnya masih seperti ini tidak akan ada perubahan, makanya perlu segera revisi Undang-Undang Migas" tutur dia.
Presiden Direktur Indonesian Petrolium Association (IPA), Jim Taylor, mengakui soal turunnya investasi migas di Indonesia. Dia menuturkan turunnya investasi dikarenakan masih banyaknya kendala birokrasi dan ketidakpastian regulasi selama ini.
Soal investasi eksplorasi, Indonesia telah dikalahkan oleh Thailand sejak dua tahun lalu. "Padahal investasi eksplorasi adalah kunci dari produksi minyak dan gas di masa depan," ujarnya.
Data menunjukkan, pada 2008 porsi investasi eksplorasi di Indonesia masih lebih besar dibandingkan Thailand, yakni 31 persen di antara negara Asia Tenggara lainnya, sementara Thailand memiliki kontribusi 23 persen. Pada 2010, Thailand terus menanjak hingga menyentuh angka 31 persen, sementara Indonesia malah turun menjadi 25 persen.
GUSTIDHA BUDIARTIE
Berita terkait
Pemerintah Didorong Segera Rampungkan Revisi UU Migas
3 Oktober 2017
Pemerintah diminta segera mengambil sikap ihwal revisi Undang-undang Minyak dan Gas. Pengurus Serikat Pekerja Satuan Kerja Khusus Migas Bambang Dwi Djanuarto?menilai pemerintah kurang responsif dalam menyelesaikan revisi UU Migas.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Migas Akan Atur Badan Usaha Khusus Migas
19 Februari 2017
Badan Usaha Khusus ini, menurut Kurtubi, berbeda dengan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN.
Baca SelengkapnyaIni Kewenangan Pemerintah Daerah di Wilayah Blok Migas
18 Januari 2017
Pemerintah daerah harus mempermudah dan mempercepat proses penerbitan perizinan.
Baca SelengkapnyaKrisis Energi 2025, DPR Didesak Rampungkan Revisi UU Migas
22 November 2016
DPR diharapkan sudah membuat rancangan revisi Undang-undang Migas sebelum masa sidang berakhir.
Baca SelengkapnyaMigas: Pemerintah Bebankan Pajak di Kegiatan Eksploitasi
29 Agustus 2016
Pemerintah ingin membebankan pajak hanya pada kegiatan eksploitasi melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 tentang Biaya Operasi.
Baca SelengkapnyaPemerintah dan DPR Didesak Revisi UU Migas
20 Agustus 2016
Pengelolaan migas seharusnya terlebih dahulu diberikan kepada Pertamina sebagai perusahaan milik negara.
Baca SelengkapnyaPerubahan Beleid Gas, Tata Niaga Gas Jalan di Tempat
3 Agustus 2016
Perubahan beleid tata kelola gas belum menunjukkan perkembangan
Baca SelengkapnyaKPK Minta Jokowi Revisi UU Tata Kelola Migas
13 Januari 2016
KPK telah mengirimkan surat rekomendasi revisi UU Tata
Kelola Migas dan Kontrak Kerja Sama kepada Presiden pada 16
Desember 2015.
Reformasi Kelembagaan Tata Kelola Migas
10 Juli 2015
Mengesahkan undang-undang baru sebagai pengganti atau revisi UU Minyak Bumi dan Gas (Migas) Nomor 22 Tahun 2001 adalah hal mendesak yang harus dilakukan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla dan DPR pada akhir tahun ini. Mengingat undang-undang ini telah mengalami tiga kali uji materi Mahkamah Konstitusi (2003, 2007, dan 2012), di mana Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan pembatalan banyak pasal dari undang-undang tersebut.
Baca SelengkapnyaFaisal Basri Usulkan Tiga Kaki Pengelolaan Migas
22 Mei 2015
SKK Migas harus badan khusus yang tidak bisa diintervensi pemerintah. Bahan untuk RUU Migas.