Pemerintah Kehilangan Pajak Rp1200 Triliun Sejak Krisis
Reporter
Editor
Selasa, 16 Desember 2003 10:23 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta:Akibat pemberian keringanan pajak sejak tahun 1997, maka pemerintah mengalami kerugian pajak hingga Rp 1200 triliun hingga tahun ini. Pasalnya banyak perusahaan yang merugi akibat krisis ekonomi sejak 1997 yang lalu. Sehingga dalam lima tahun ini jumlah kerugian pajak rata-rata mencapai Rp 72 triliun per tahun. Demikian dikemukakan Dirjen Pajak Hadi Poernomo. “Potential loss sebesar ini cukup tinggi,” kata Dirjen Pajak di Jakarta, Jumat (20/12). Angka sebesar Rp 72 triliun pertahun ini diperoleh dengan mempertimbangkan presentase keringanan pajak maupun beban pajak yang seharusnya dikenakan (30 persen) dalam kurun waktu lima tahun. Hadi mengatakan kerugian yang diderita perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia tidak hanya didominasi perusahaan kategori penanaman modal asing. Namun termasuk pula perusahaan penanaman modal dalam negeri dan non penanaman modal. Disinggung mengenai antisipasi kerugian yang lebih besar pada tahun depan akibat kerugian yang masih diderita perusahaan-perusahaan tersebut, Hadi mengatakan sebagian sudah habis masa pemberian keringanan pajaknya. “Yang 1997 (fasilitasnya) sudah habis tahun depan. Tinggal 1998 dan seterusnya,” kata dia. Berdasarkan peraturan perpajakan pemerintah memang menyediakan keringanan pajak bagi para pengusaha dan investor. Di antaranya pemberian fasilitas invesment allowance, yaitu tidak dikenakan pajak sebesar 30 persen, maupun kompensasi kerugian selama 10 tahun. Menurut Hadi, fasilitas keringanan sudah cukup banyak. Karena itu menjelang AFTA 2003 pihaknya tidak merasa perlu melakukan penyesuaian tarif pajak yang baru untuk meningkatkan daya saing Indonesia. “Yang terpenting adalah keterbukaan. Jika wajib pajak terbuka kenapa tidak (penurunan tarif), tapi kalau tidak terbuka mana bisa,” argumennya. Sehingga pertengahan bulan ini penerimaan pajak telah mencapai 91 persen dari target yang ditetapkan. Meskipun di masa liburan akhir-akhir ini, namun pajak yang diterima telah mencapai Rp 164 triliun dari target Rp 180 triliun. Penerimaan itu mencakup pajak penghasilan non migas Rp 78,5 triliun, pajak penghasilan migas Rp 15,4 triliun, pajak pertambahan nilai Rp 61,4 triliun, pajak bumi dan bangunan Rp 7,3 miliar, dan pajak lainnya sebesar Rp 135,5 miliar. Hadi optimis bisa mencapai target bisa mencapai target hingga akhir tahun yang tinggal lima hari kerja ini. Penerimaan pajak melalui sistem MP3 pun menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Pasalnya telah terkumpul dana sekitar Rp 11,24 triliun dari 10 bank yang telah mengaplikasikan sistem tersebut secara online. Sementara itu untuk mencapai target tahun depan sebesar Rp 216 triliun Hadi yakin bank data yang dilengkapi dengan e-system atau electronic intelligent service akan dapat mendorong upaya ekstensifikasi dan intensifikasi wajib pajak. “Seperti yang sering saya katakan, ekstensifikasi berarti mencari yang sembunyi sedangkan intensifikasi adalah mengungkap yang tidak jujur, hingga mereka membayar pajak sesuai dengan apa yang ada,” kata dia. (Dara Meutia Uning-Tempo News Room)
Berita terkait
Kata Ketum Muhammadiyah Soal Gugatan PDIP di PTUN
12 menit lalu
Kata Ketum Muhammadiyah Soal Gugatan PDIP di PTUN
Apa kata Ketum Muhammadiyah soal gugatan PDIP di PTUN?