TEMPO Interaktif, LOS ANGELES - Bank negara terbesar di Amerika Serikat, Bank of America, berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 40 ribu karyawan dari total 300 ribu pegawai yang dimilikinya. PHK paling banyak akan menimpa divisi operasi consumer banking.
Langkah itu dilakukan karena kondisi perekonomian di negara adidaya itu yang terus merosot. Lesunya bisnis perbankan juga telah membuat harga saham Bank of America terpangkas hingga setengahnya sejak pertengahan Januari lalu. Pemangkasan pegawai diharapkan dapat menghemat pengeluaran perusahaan di bank yang memiliki 58 juta nasabah itu.
Para eksekutif bank itu bertemu di kantor pusat mereka di Charlotte, Kamis dan Jumat pekan lalu, untuk menyelesaikan rencana yang telah dibahas selama berbulan-bulan. Presiden Direktur Bank of America Brian Moynihan harus melakukan PHK itu agar perusahaan segera bangkit kembali.
Christopher Whalen, analis bank di Institutional Risk Analytics, mengatakan PHK akan berpengaruh besar terhadap layanan bank itu. "Tingkat layanan konsumen akan menurun," ujarnya. Bank ini, menurut dia, dalam kondisi dilematis antara menutup cabang dan mengurangi jumlah pegawai di cabang-cabang.
Menurut Nancy Bush, analis perbankan dan editor di firma SNL Financial, banyak orang mulai terpikir mengurangi konsumsi kredit yang tidak perlu. "Industri jasa keuangan secara keseluruhan akan menyusut," katanya.
Hal ini diperparah oleh manajemen yang buruk dan lemahnya strategi pertumbuhan. Untuk mengatasi resesi, eksekutif bank itu sejak tahun lalu berusaha melakukan restrukturisasi, dengan merampingkan bisnis consumer banking, termasuk pinjaman rumah, kartu kredit, dan wealth management.
Lesunya perekonomian Amerika akibat utang dan resesi memang membuat bisnis perbankan megap-megap. Otoritas bank sentral Amerika menutup satu bank lagi di Negara Bagian Florida akhir pekan lalu. Maka total bank gagal tahun ini mencapai 71 bank.
Meski demikian, catatan itu dinilai membaik. Pasalnya, dibanding periode sama tahun lalu, regulator perbankan di sana telah melikuidasi 119 bank.
l Washington Post | AP| Nur Rochmi | VIVA B KUSNANDAR
Berita terkait
Indonesia Tak Perlu Khawatir Resesi Ekonomi Global
11 Mei 2023
Anton menyarankan untuk memperkuat kekuatan domestik perekonomian Indonesia di antaranya dengan mengoptimalkan konsumsi rumah tangga sebagai motor penggerak utama perekonomian.
Baca SelengkapnyaJurus Jokowi Antisipasi Ancaman Resesi Global
5 September 2019
Pemerintah mengantisipasi perlambatan pertumbuhan ekonomi global yang dikhawatirkan memicu potensi resesi semakin besar.
Baca SelengkapnyaTrump Mau Potong Pajak Penghasilan Cegah Resesi Amerika Serikat
21 Agustus 2019
Presiden Donald Trump mengatakan mulai mempertimbangkan untuk memotong pajak penghasilan untuk menghindari resesi Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaDonald Trump Didemo, Obama Sedang Apa?
23 Januari 2017
Jajak pendapat terbaru menunjukkan hanya 40 persen orang Amerika yang menyetujui Donald Trump.
Baca SelengkapnyaStimulus AS Dipangkas, Ekonomi Global Sehat
30 Januari 2014
"Tanpa stimulus moneter, pertumbuhan ekonomi global tentu lebih berarti."
Baca SelengkapnyaThe Fed Pangkas Stimulus Jadi US$ 65 Miliar
30 Januari 2014
Dana stimulus US$ 65 miliar per bulan mulai berlaku pada Februari 2014.
Baca SelengkapnyaFed Kurangi Stimulus, IHSG Menghijau
19 Desember 2013
Setelah kepastian pencabutan stimulus moneter AS, IHSG di Bursa Efek Indonesia segera menghijau pada Kamis, 19 Desember 2013.
Baca SelengkapnyaHatta: Tapering Off Pasti Lemahkan Rupiah
19 Desember 2013
"Memang kalau tapering off itu biasanya dolar menguat, akibatnya mata uang-mata uang regional melemah, termasuk rupiah."
Baca SelengkapnyaJelang Pengumuman The Fed, Wall Street Loyo
18 Desember 2013
"Investor pada dasarnya duduk di tangan-tangan mereka."
Baca SelengkapnyaShutdown AS Berakhir, Bank Indonesia Senang
18 Oktober 2013
Jika dibiarkan berlarut diyakini dapat memberikan dampak kepada ekonomi dunia.
Baca Selengkapnya