TEMPO Interaktif, Jakarta - PT PLN (Persero) enggan melakukan studi kemampuan masyarakat untuk membayar listrik. Menurut Direktur Utama PLN Dahlan Iskan, studi yang sama pernah dilakukan tahun lalu. Namun, kata Dahlan, studi itu tak digunakan sama sekali untuk menjadi bahan pertimbangan Pemerintah maupun DPR.
“Kalau tahun ini Pemerintah minta studi lagi, kami berikan hasil studi tahun lalu,” kata Dahlan melalui pesan pendek, Kamis, 2 Juni 2011. Menurut Dahlan, hasil studi tahun lalu masih valid.
Kamis pekan lalu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jarman, menyatakan sedang meminta PT PLN membuat kajian kemampuan masyarakat dalam membayar listrik.
Kajian itu kelak akan dijadikan bahan pertimbangan Kementerian ESDM dalam melakukan penyesuaian tarif dasar listrik (TDL). "Kami sudah tulis surat ke PLN suruh mereka bikin kajian kemampuan masyarakat dalam membayar listrik," kata Jarman.
Surat itu, menurut Jarman, sudah dikirimkan ke PLN. Dari hasil kajian PLN tersebut akan tergambar postur kemampuan ekonomi masyarakat, baik rumah tangga maupun industri. "Kita lihat kajiannya dulu, mampunya industri sama rumah tangga. Jadi, nanti kembali bagaimana postur mereka," tutur Jarman. Dari kajian tersebut, Ditjen Ketenagalistrikan ingin melihat indikator daya beli masyarakat dan kompetensi industri.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan berencana menaikkan TDL pada tahun depan sebesar 10-15 persen. Hal itu dilakukan untuk menekan jumlah subsidi yang meningkat setiap tahunnya. Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan bahwa subsidi listrik melonjak drastis sejak 2004.
Tahun 2004, subsidi listrik mencapai Rp 2 triliun. Namun, pada 2010 membengkak menjadi 57 triliun. Bahkan tahun 2011 akan meningkat kembali. Agus menginginkan agar PLN melakukan efisiensi dengan mengurangi pemakaian bahan bakar dan beralih ke gas. Porsi bahan bakar dan batubara kini masih dominan di pembangkit listrik PLN.
NUR ROCHMI