"Sampai saat ini kita masih bisa mencukupi kebutuhan gula dari produksi sendiri, belum lagi saat ini beberapa pabrik gula seperti di Sumatera masih ada yang masih giling," katanya ketika dihubungi, hari ini.
Lebih lanjut dia menyatakan, kebutuhan dalam negeri bisa dipenuhi sebab pada Mei nanti sudah memasuki masa giling baru. Menurut dia, harga gula dunia yang kini sedang tinggi membuat beberapa negara lain tidak ada yang berani melakukan impor, karena itu dia menyayangkan Indonesia yang justru berusaha impor di saat harga tinggi tersebut.
"Sekarang harga gula internasional sedang tinggi, masih di kisaran US$ 700. Kalau di dalam negeri banjir gula maka harga dipastikan hancur dan petani akan marah dengan tidak menanam tebu," ucap Faruk.
Dia meminta pemerintah segera membuat regulasi harga (pricing policy) untuk mencegah beredarnya gula rafinasi ke pasar gula konsumsi. Sebab, pabrik gula tebu memproduksi 2,3 juta ton per tahun. Tak beda jauh dengan produksi pabrik gula rafinasi yang mencapai 2,2 juta ton per tahun.
Padahal, kebutuhan gula rafinasi untuk industri makanan, minuman dan lainnya hanya 1,6 juta ton per tahun. "Sedangkan kebutuhan gula putih kita lebih besar dari kebutuhan gula rafinasi. Harga gula rafinasi juga lebih murah, ini bisa merugikan petani dan pabrik gula tebu," katanya.
ROSALINA