TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah meminta Bank Indonesia lebih agresif menekan inflasi inti lebih rendah. Dengan begitu, diharapkan ada ruang lebih longgar bagi pemerintah saat ingin mengutak-atik harga produk yang diatur pemerintah (administers prices).
“Kami mengharapkan BI antisipasi terhadap upaya menurunkan core inflation,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro di Kementerian Keuangan, Jakarta kemarin. Menurut dia, persentase inflasi inti dalam penghitungan inflasi mencapai 67 persen.
Pemerintah mengakui inflasi inti relatif stabil saat ini di kisaran 4,1 persen. Namun Bambang menilai inflasi inti sewajarnya lebih rendah hingga level 3,1 persen. Dengan begitu, akan mudah bagi pemerintah mencapai sasaran inflasi 5,3 persen, dengan asumsi administered prices menyumbang 1 persen dan volatile food 1,2 persen.
Bambang yakin BI mampu menekan inflasi inti lebih rendah. Ia mencontohkan Malaysia dan Thailand, yang mampu mencapai inflasi 2-3 persen. Padahal mereka tak memiliki masalah lagi dengan subsidi minyak karena telah menjual BBM di dengan harga keekonomiannya.
Artinya, faktor administered prices di Malaysia dan Thailand bisa dikatakan hampir 0 persen, sehingga inflasi di negara tersebut tinggal inflasi inti. “Katakan tidak ada administered prices, misalnya volatile food 0,5 persen saja, itu berarti inflasi intinya 1,7 persen,” katanya.
Pengamat ekonomi dari Universitas Atmajaya Jakarta, A. Prasetyantoko, menilai pemerintah saat ini tengah terpojok. Ruang pemerintah mengutak-atik subsidi minyak hampir mentok karena inflasi sudah tinggi. “Mungkin karena itu dia menekan BI soal inflasi inti,” kata Prasetyantoko dihubungi kemarin.
Dia mengungkapkan, saling lempar “Lapangan Banteng” dan “Thamrin” adalah cerita lama. BI selalu katakan inflasi inti rendah. Itu artinya, kalau inflasinya tinggi, pemerintah yang bersalah karena faktor distribusi bahan makanan dan administered prices, yang menjadi tanggungan pemerintah. “Share beban komponen inflasi mungkin perlu didiskusikan lagi,” ujarnya.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Bank Indonesia Difi Johansyah menyatakan bank sentral terus berupaya menekan inflasi inti. “Selama ini BI menginginkan inflasi lebih rendah,” kata Difi.
Sementara itu, dalam rapat dengar pendapat Panitia Kerja Inflasi Dewan Perwakilan Rakyat kemarin, BPS menegaskan tidak akan tetap mempertahankan komoditas cabai dalam komponen penghitungan inflasi nasional. Deputi Statistik Distribusi dan Jasa BPS Djamal mengatakan komponen inflasi mendasarkan pada Survei Biaya Hidup 2007.
Namun, kata dia, BPS akan menambah survei penentuan indeks harga konsumen di 16 kota sehingga total ada 82 kota. Dengan penambahan kota ini, penghitungan inflasi nasional diharapkan semakin aku
Anggota panitia kerja, Arif Budimanta, menyatakan cabai tak bisa dicabut dari komponen inflasi. Ia meminta semua pihak tak terjebak pada metodologi pengukuran inflasi, tapi berfokus pada upaya pengendalian inflasi.
IQBAL MUHTAROM | FEBRIANA FIRDAUS | AGUS SUPRIYANTO