Presiden Direktur PT Geely Mobil Indonesia, A. Budi Pramono : Mengubah Citra Mobil Cina
Senin, 31 Januari 2011 10:47 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Pertama kali menjajal pasar Indonesia tahun 2006, penjualan Geely gagal total. Mitra Geely ketika itu PT IGC International, milik adik bungsu mantan wakil presiden Jusuf Kalla, Suhaelly Kalla, kesulitan memikat konsumen.
Geely lantas membentuk anak usaha sendiri, PT Geely Mobil Indonesia, yang merupakan kantor representatif pertama Geely di luar Cina. Dengan investasi US$ 10 juta, pada akhir 2009 Geely mulai merakit mobil bekerja sama dengan PT Gaya Motor.
A. Budi Pramono, Presiden Direktur Geely Indonesia mengatakan, Geely akan membidik pasar kelas menengah ke bawah dengan wilayah pemasaran di luar Jakarta.
Ia menargetkan pada 2014 membuat pabrik perakitan di Kawasan Industri Terpadu Indonesia-Cina Cikarang, Jawa Barat, dengan kapasitas 20 ribu-30 ribu unit per tahun. Kepada Arif Firmansyah dan Sorta Tobing ia bercerita soal strategi Geely Indonesia.
Kenapa Geely kembali masuk ke Indonesia?
Potensi pasar Indonesia masih besar karena penduduknya 230 juta jiwa, tapi penjualan mobil baru sekitar 700 ribu tahun lalu. Padahal, Indonesia butuh 1 juta hingga 1,2 juta mobil per tahun.
Target konsumennya?
Campur, tapi menurut saya ke menengah ke bawah. Penjualan mobil saat ini memang sudah ada kavlingnya, tapi kesempatan masih besar. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaik di Asia Tenggara. Politik negara ini relatif stabil. Meskipun gonjang-ganjing, harga-harga naik terus. Dari pemikiran itu, Geely membuka kantor perwakilannya di sini.
Apa beda Geely dengan mobil Cina lain yang pernah masuk lalu hilang?
Bedanya, penanggung jawab mobil Cina itu bukan pemiliknya. Kalau penjual merasa tidak untung ya tidak dikembangkan. Tapi, Geely di Indonesia dimiliki kantor pusatnya di Cina. Kalau dihentikan, mereka tidak bisa membuka representatif di negara lain karena sudah ada rekam jejaknya di sini.
Pola kemitraan juga punya keterbatasan yakni barang tidak dikirim kalau belum bayar. Mobil Korea Selatan tidak berkembang karena itu. Mobil Jepang awalnya juga kemitraan, tapi setelah 1999 mereka ambil semua dan masuk sendiri sehingga bisa berkembang besar.
Bagaimana menembus dominasi mobil Jepang?
Pasar Indonesia sangat unik. Kami harus membawa perubahan, tidak bisa masuk seperti air. Paradigma konsumen harus diubah sehingga kami memberikan kepercayaan penuh dan garansi lima tahun atau 130 ribu kilometer.
Mereka sebenarnya ragu, karena biasanya garansi hanya tiga tahun atau 100 ribu kilometer. Tapi saya katakan kepada mereka kalau yakin dengan produknya kenapa harus ragu.
Akhirnya, mereka setuju. Garansi lima tahun ini memberi wacana baru kepada konsumen. Kalau konsumen membeli mobil Geely dan ingin menjualnya setelah tiga tahun, garansi masih ada.
Citra produk otomotif Cina jelek karena pengalaman sepeda motor dulu?
Tugas terberat saya adalah menghilangkan citra jelek tersebut. Kasus motor Cina terjadi bukan karena kesalahan produk tapi pengusaha Indonesia.
Di Cina ada produk dari harga Rp 1 sampai Rp 100. Pengusaha Indonesia membeli motor-motor itu dengan harga paling murah, dijual mahal, setelah itu kabur.
Soal purna jual, sebelum memasarkan produk, kami sudah membangun jaringan dan ketersediaan suku cadang. Mobil kami luncurkan Maret-April 2010, tapi suku cadang sudah masuk ke dealer Desember 2009. Semua produk kami juga mendapat sertifikasi dari pemerintah Cina.
Kami juga memberi informasi mengenai perusahaan. Geely bukan perusahaan kacangan, tapi korporasi swasta terbesar di Cina. Mereka punya sembilan pabrik di enam provinsi.
Dampaknya terhadap penjualan?
Alhamdulilah, konsumen menyambut baik. Bahkan mereka tidak yakin ini produk Cina. Target penjualan antara 2.000-2.500 unit tahun ini. Mobil Cina kalau sekarang bisa tumbuh 3-5 persen saja sudah bagus. Tapi saya yakin, dalam 5-10 tahun mendatang, Cina tidak bisa dihentikan.
Kendalanya sekarang adalah mobil Cina setirnya di sebelah kiri. Setir kanan sudah habis. Perubahan dari kanan ke kiri itu harus memikirkan pasar ada atau tidak, butuh investasi, dan waktunya perlu 6-12 bulan.
Mengapa pemasaran dimulai dari luar Jakarta?
Kalau masuk dari Jakarta, dipasarkan ke mal, konsumen tidak mau melihat karena yang lebih bagus sudah banyak. Kalau di luar sudah berkembang, orang Jakarta yang sering keluar kota akan menyadari keberadaan Geely.
Ibaratnya dari desa mengepung kota. Setelah semua lengkap, Desember lalu kami masuk ke Jakarta. Pasar terbesar Geely adalah Surabaya, nomor dua Bali karena banyak dipakai untuk taksi. Turis Australia dan Selandia Baru sering berfoto di depan taksi itu. Geely bangga dengan hal ini karena terbukti produknya sudah teruji dan bisa dimanfaatkan untuk branding juga.