Biaya Asuransi Kian Mahal, Pemerintah Diminta Tiru Amrik
Rabu, 19 Mei 2010 15:40 WIB
"Ada contoh menarik di Amerika. Kalau tanpa UU Reformasi Kesehatan, 33 sen dari satu dollar, atau 33 persen dari pendapatan warga Amerika, dialokasikan untuk biaya kesehatan,” kata Isa usai bertemu Presiden dan CEO CIGNA David Cordani di Jakarta, Rabu (19/5).
Dalam perbincangan tersebut, sambung Isa, David juga memberikan contoh nasib General Motors saat krisis beberapa waktu lalu. “Ternyata biaya yang dia (GM) keluarkan untuk biaya kesehatan karyawannya itu lebih mahal daripada biaya pembelian baja yang harus mereka keluarkan untuk pembuatan mobil.”
Kedua contoh tersebut, menurut Isa, tidak kondusif bagi iklim perekonomian jika terus menerus terjadi. “Banyak yang harus dilakukan oleh Indonesia (mengenai layanan asuransi kesehatan). SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional) kita saja masih belum fokus,” ujar Isa.
Menyikapi hal tersebut, Isa berharap, Undang-Undang Reformasi Kesehatan Amerika Serikat bisa diadopsi dan diimplementasikan di Indonesia. “Mungkin nggak sama persis. Tapi kita juga melakukan reformasi kesehatan seperti dengan adanya SJSN,” kata Isa.
David sependapat dengan Isa. Alasannya, “UU Reformasi Kesehatan bisa memperluas akses masyarakat pada asuransi kesehatan. Di Amerika, UU Reformasi Kesehatan bertujuan menarik lima belas persen warga yang sebelumnya tidak punya asuransi kesehatan.”
Selain itu, sambung David, UU Reformasi Kesehatan bisa meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan mengkondisikan layanan kesehatan bisa berkelanjutan. “Reformasi perlu, agar warga Indonesia bisa memilih level asuransi kesehatan mereka sendiri.”
Dalam pertemuan tersebut, Isa menggarisbawahi tiga poin yang bisa dipelajari dari UU Reformasi Kesehatan Amerika Serikat, jika Indonesia memang serius mereformasi sistem asuransi kesehatan masyarakat.
Pertama, sebut Isa, adalah pentingnya mengedepankan kesadaran masyarakat untuk mengenal program asuransi kesehatan pemerintah. “Percuma kalau kita punya program bagus, tapi masyarakat tidak mengenal serta tidak tahu apa yang bisa dia akses dan tidak bisa dia akses dari program itu.”
Kedua, lanjut Isa, harus ada koordinasi dari pihak-pihak yang terlibat dalam perbaikan layanan kesehatan masyarakat, seperti pengguna jasa asuransi, pemerintah, dan perusahaan. Yang terakhir adalah, bagaimana pemerintah bisa mengondisikan sistem asuransi kesehatan, sehingga masyarakat memiliki banyak alternatif pilihan program asuransi, walaupun dengan servis dan harga yang berbeda.
ISMA SAVITRI