Hadapi Perdagangan Bebas, Indonesia Harus Punya Trading House
Sabtu, 13 Februari 2010 13:38 WIB
TEMPO Interaktif, Purwokerto - Agar usaha kecil menengah bisa bertahan dari perdagangan bebas, seharusnya Indonesia mempunyai trading house. Kalau tidak, akan banyak industri kecil yang gulung tikar dan pengangguran bertambah.
“Cina berani menerapkan pasar bebas karena mereka mempunyai trading house yang memasarkan produk industri kecil mereka, Indonesia seharusnya punya itu,” terang mantan Menteri Koperasi di era Presiden Soeharto, Subiyakto Tjakrawerdaya, kepada wartawan di sela-sela sarasehan alumni Unsoed, Jumat (13/2).
Subiyakto mengatakan sebenarnya Indonesia belum siap melakukan perdagangan bebas dengan Cina. Namun, Indonesia juga akan merugi jika menutup diri dari Cina karena Cina merupakan pasar yang cukup potensial bagi produk Indonesia.
Pemerintah, kata dia, seharusnya saat ini mendukung penuh industri kecil agar siap dengan membanjirnya produk Cina ke Indonesia. Ia menilai, daya saing produk Indonesia masih kalah dibandingkan dengan Cina. “UKM tidak mungkin berjalan sendiri, mereka tidak akan kuat,” ujarnya.
Ia berharap pemerintah membantu UKM dalam menyediakan bahan baku, teknologi yang murah dan pemasaran. “Pemerintah belum siap dengan perangkat itu. Omong kosong kalau kita siap,” tambahnya.
Subiyakto mengusulkan agar pemerintah mempunyai perusahaan negara yang khusus mengurusi pemasaran produk industri kecil. Ia mencontohkan, Bulog bisa dijadikan trading house bagi produk-produk pertanian.
Menurutnya, Indonesia sudah terlambat untuk mempersiapkan industri kecil menghadapi pasar bebas. “Sekarang sudah harus punya prinsip, efisiensi atau mati,” tegasnya.
Ketua Umum Pengurus Pusat Keluarga Alumni Universitas Jenderal Soedirman, Haiban Hadjid, mengatakan seharusnya alumni perguruan tinggi tidak berorientasi menjadi pegawai negeri saja.
“Di era perdagangan bebas, alumni perguruan tinggi diharapkan mampu menjadi wirausahawan yang peka terhadap perkembangan zaman,” katanya.
Ia berharap alumni universitas bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Apalagi, kata dia, perdagangan bebas menuntut wirausahawan yang bisa berpikir efisien agar mampu bersaing dengan produk luar negeri.
“Unsoed mempunyai 35 ribu alumni, kalau semua bisa jadi wirausahawan yang handal, lulusan Unsoed tidak akan mengeluhkan lapangan pekerjaan lagi,” imbuhnya.
ARIS ANDRIANTO