TEMPO Interaktif, Jakarta - Anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan validitas kapal Lagoon 500 jenis catamaran seharga Rp 14,34 miliar milik Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai barang kepunyaan negara.
Anggota Komisi dari Fraksi Demokrasi Indonesia Perjuangan, Sudin, mempertanyakan apakah kapal jenis Catamaran ini benar milik negara. “Kalau benar milik negara, kenapa sampai minggu lalu belum memiliki nomor lambung?”
Sudin menambahkan jika Lagoon 500 benar milik negara, seharusnya sudah memiliki nomor lambung sehingga tidak akan kena pajak pertambahan nilai sebesar 11,5 persen. Penambahan aksesoris sebesar Rp 4 miliar juga berpotensi kena PPN-BM (PPN Barang Mewah) sebesar 52 persen.
Nomor lambung merupakan serial nomor identifikasi yang diberikan kepada perahu atau kapal. Angka yang lebih rendah menyiratkan kapal yang lebih tua. Penggunaan yang tepat bervariasi menurut negara dan jenis. Di Amerika Serikat, nomor lambung diberikan kepada kapal ketika dibangun.
Hal tersebut merupakan bagian dari lambung nomor identifikasi yang unik mengidentifikasi kapal dan harus secara permanen ditempelkan pada lambung dalam setidaknya dua tempat. Selain itu, nomor identifikasi lambung dapat dinyatakan pada judul, pendaftaran, dan dokumen asuransi.
Menurut dia, pembelian kapal ini tidak ada dalam anggaran. “Adanya dana untuk memperbaiki kapal-kapal perusak yang nantinya untuk para nelayan,” ucap dia. Sudin menyatakan kalau kebutuhan itu adalah kapal patroli, PT PAL sudah bisa membuatnya. "Dengan dana Rp 1 miliar sudah dapat kapal yang sangat bagus,” tutur dia.
Pembelian kapal tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan. Selain itu, setelah tender selesai pada November tahun lalu, Kementerian Kelautan semestinya wajib segera berkoordinasi dengan Komisi Perhubungan. Soal pernyataan kapal ini merupakan pesanan juga diragukan. “Kalau memang pesanan, cepat sekali datangnya. Baru dua bulan sudah sampai Batam,” katanya.
Anggota Komisi dari Fraksi Golongan Karya, Anton Sihombing, menambahkan kalau enggan dinilai sebagai barang mewah, seharusnya Kementerian perlu melakukan sosialisasi yang benar. “Kapal ini bisa dipakai untuk membawa para pejabat dalam dan luar negeri untuk menyadari keindahan laut Indonesia,” katanya.
ARYANI KRISTANTI