Puluhan Industri Garmen dan Tekstil Terancam Tutup
Reporter
Editor
Jumat, 3 Oktober 2003 15:14 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Puluhan industri garmen dan tekstil terancam gulung tikar pada tahun 2004. Artinya, ribuan tenaga kerja di bidang garmen dan tekstil akan kehilangan pekerjaan mereka. Hal ini ditegaskan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Sofjan Wanandi kepada Tempo News Room saat ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat (3/10) siang. Menurut Sofjan, data tentang puluhan industri garmen dan tekstil yang terancam tutup itu, baru yang berada di daerah Bandung. Ia tidak dapat memberikan angka pasti, tapi yang jelas lebih dari 50 perusahaan. “Belum lagi di daerah lain,” ujarnya prihatin. Menurut Sofjan, industri garmen dan tekstil merupakan industri terbesar di Bandung, yaitu mencapai 70 persen dari total industri yang ada. Mereka terancam, karena iklim usaha yang sangat buruk, bunga bank tinggi mencapai sekitar 15 persen. “Padahal di Cina saja hanya lima persen, Jepang cuma dua persen,” Sofjan mencontohkan. Hal itu diperparah dengan rendahnya tingkat produktivitas pekerja. Belum lagi berbagai pungutan yang menggelembungkan ongkos produksi. Sofjan juga mengeluhkan banyaknya tekstil dan garmen selundupan dari Cina dan Vietnam yang beredar di dalam negeri. Barang selundupan itu, banyak dijumpai di Mangga Dua dan Glodok. "Barang selundupan mencapai 60 persen, dan makin meningkat mendekati lebaran” kata Sofjan. Sofjan memperkirakan bila pengusaha industri tekstil dan garmen tutup, mereka akan beralih menjadi pedagang yang mengimpor tekstil dan garmen dari Cina dan Vietnam secara ilegal. “Sebab mereka sudah memiliki jaringan yang telah terbina selama bertahun-tahun,” katanya. Di samping itu, dengan impor ilegal, mereka dapat menghindari pajak impor sepuluh persen. Indra Darmawan - Tempo News Room
Berita terkait
Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan
4 menit lalu
Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan
Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.