Komisi XI DPR akan Panggil BI dan OJK soal Rencana Prabowo Pemutihan Utang
Reporter
Hammam Izzuddin
Editor
Grace gandhi
Rabu, 30 Oktober 2024 19:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengatakan Dewan berencana memanggil Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membahas rencana pemutihan utang yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
“BI sama OJK nanti kami panggil, karena semuanya itu kan menyangkut keadaan-keadaan yang bersifat khusus,” kata Misbakhun saat ditemui wartawan di Jakarta Convention Center, Rabu, 30 Oktober 2024.
Namun, mengenai waktu pelaksanaannya, Misbakhun masih belum bisa memastikan. Pasalnya, kata dia, masih banyak hal yang perlu dipersiapkan di Komisi XI DPR RI yang belum lama dilantik. Ia juga menilai pemerintahan Prabowo baru mulai berbagai persiapan.
“Kami masih update dulu (dengan anggota). Kami serap semua keinginan dan misi misinya presiden untuk kita jalankan nanti di 2025,” ujarnya.
Politisi Partai Golkar ini mengatakan wacana penghapusan utang petani dan nelayan yang diwacanakan Prabowo berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Menurutnya, pada beleid tersebut telah diatur mengenai regulasi hapus buku, namun belum mengenai hapus tagih.
Menurut Misbakhun, ketika kredit sudah dihapus buku maka sudah keluar dari kategori non performing loan (NPL) di bank. Namun, masih tercatat di BI Checking atau SIstem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) masing-masing debitur. “Kalau sudah hapus tagih baru hilang,” ujarnya.
Sebelumnya, Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan rencana penerbitan Peraturan Presiden terkait pemutihan utang petani mencakup jutaan orang dalam Dialog Ekonomi Kadin bersama Pimpinan Dewan Kadin Indonesia di Menara Kadin, Jakarta, pada Rabu, 23 Oktober 2024. Menurutnya, Perpres ini sedang disusun oleh Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas.
Berdasarkan hasil analisisnya, adik Prabowo Subianto itu menyatakan bahwa jutaan petani dan nelayan masih terbebani oleh utang lama yang berakar dari krisis moneter yang pernah melanda Indonesia. Diperkirakan terdapat sekitar lima hingga enam juta petani dan nelayan yang masih memiliki utang tersebut.
Menurut Hashim, petani dan nelayan dengan utang tersebut kini kesulitan untuk kembali mengakses pinjaman dari perbankan. Setiap kali data mereka tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pengajuan mereka langsung ditolak.
Oyuk Ivani berkontribusi pada artikel ini
Pilihan Editor: Kasus Sritex Gambarkan Kondisi Industri Tekstil RI, Ekonom Celios Sebut Pemerintah Kehabisan Ide