Potensi Kerugian Ekonomi Akibat Luka Kronis yang Dialami Pekerja Bisa Triliunan, Guru Besar Unair: Di Indonesia Tidak Dihitung
Reporter
Hammam Izzuddin
Editor
Grace gandhi
Minggu, 13 Oktober 2024 09:02 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair), David S. Perdanakusuma, menyinggung besarnya potensi kerugian ekonomi akibat pekerja tidak masuk kerja karena mengalami luka kronis. Menurutnya, kondisi itu bisa disiasati apabila masyarakat lebih sadar akan penanganan pertama jika terjadi gangguan kesehatan.
“Di Amerika itu kerugiannya US$ 2,5 miliar per tahun dengan 10 juta jam kerja yang terbuang,” kata David dalam diskusi yang digelar Kalbe Farma di Jakarta, Sabtu, 12 Oktober 2024.
Pada forum tersebut, David menyoroti bahaya luka kronis atau luka yang tak kunjung sembuh dalam waktu lama. Sebenarnya, seringkali kondisi itu bermula dari luka ringan yang tidak segera diatasi.
Terkhusus pada pengidap diabetes, kata dia, luka ringan dapat berakibat fatal hingga berakhir amputasi organ tubuh. Sehingga, ia menekankan pentingnya segera menangani luka ringan seperti tergores hingga sayatan benda tajam.
David menyayangkan banyaknya masyarakat yang sering menyepelekan luka kecil tersebut. Padahal, jika ditangani segera maka tidak sampai membutuhkan perawatan medis yang menyita waktu dan mengeluarkan biaya berlebih.
“Mungkin masyarakat ingin yang sederhana saja, sembuh lama enggak apa-apa. Tapi enggak dipikirkan kerugiannya selama dia nggak kerja, keluarga bolak-balik mengantar ke rumah sakit,” ujarnya.
David menambahkan, di Indonesia bisa jadi kerugian akibat luka kronis bisa lebih tinggi di AS. Pasalnya, ia menilai, banyak pemakluman terkait kondisi kesehatan sehingga tindakan medis tidak segera diambil. Hasilnya, terpaksa masyarakat harus mengalami sakit dalam waktu yang lebih lama.
“Hanya saja kita belum kumpulin (data) kerugian karena memang orang nggak menghitungnya,” ungkap David.
Ia menilai kondisi sakit seseorang tidak hanya membawa kerugian bagi individu. Namun, juga bagi orang di sekitarnya. Sayangnya, kata dia, orang sering hanya menghitung biaya sakit dari uang yang dikeluarkan untuk berobat.
“Padahal ada keluarga yang mengantar, nggak kerja sekian minggu, sekalian bulan, itu enggak dihitung,” kata David.
Pilihan Editor: Pengguna KRL Tanah Abang-Rangkasbitung Meningkat, KAI Kembangkan Stasiun Tigaraksa dan Bangun Stasiun Baru Jatake