BMKG Ajak Pemerintah Siaga Gempa Megathrust, Daerah Mana Saja?
Reporter
Antara
Editor
Yudono Yanuar
Kamis, 22 Agustus 2024 10:36 WIB
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengungkapkan bahwa semua bangunan tol dan gedung yang dikerjakan kementeriannya telah lolos uji tahan gempa, menanggapi soal potensi Megathrust di Indonesia.
"Kalau Megathrust itu kita kan, bangunan-bangunan yang sudah dibangun apalagi tol, bangunan tinggi di Jakarta itu pasti sudah dengan hitungan tahan gempa 1000 tahunan sekarang yang SNI yang baru," kata Menteri PUPR usai Rapat Kerja Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu.
Meski begitu, Basuki tidak mengetahui apakah uji coba tahan gempa sesuai SNI tersebut mampu menahan gempa Megathrust. Namun, dia hanya memastikan bahwa semua bangunan yang dikerjakan oleh Kementerian PUPR sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan uji tahan gempa
Basuki juga menyatakan bahwa tidak ada dana atau anggaran yang dialokasikan secara khusus untuk memitigasi dari potensi Megathrust.
"Antisipasi untuk Megathrust pada saat mendesain bangunan itu dengan SNI tahan gempa 1000 tahunan. (Tetapi) tergantung nanti Megathrust kekuatannya berapa," kata Basuki.
Mitigasi di Daerah Megathrust
Sejumlah daerah potensi Megathrust sudah melakukan mitigasi. Kementerian Sosial mengirimkan tim untuk memetakan wilayah yang berpotensi terdampak bencana gempa bumi dan tsunami zona megathrust di Pulau Mentawai, Sumatera Barat.
Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan tim yang diberangkatkan terdiri dari personel Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kemensos terpilih dan bersama dengan tim dari BMKG.
Ia mengungkapkan setiap warga masyarakat mulai dari tingkat kampung, desa, dan kelurahan, di wilayah yang masuk dalam peta akan dilatih teknik darurat penyelamatan diri dari dampak gempa dan tsunami oleh tim Tagana.
Selain itu, lanjutnya, tim tersebut juga akan menyiapkan hal teknis yang dibutuhkan, seperti sarana zona-zona evakuasi mengacu pada hasil pemodelan dari BMKG. Hal itu telah dilakukan Tagana terhadap warga 1.132 Kampung Siaga Bencana yang didirikan Kemensos di seluruh Indonesia.
"Untuk Mentawai, ketika sudah siap (peta dan kampung siaga bencana), paling tidak targetnya masyarakat sudah paham bagaimana teknik evakuasi diri secara mandiri," ujar Risma.
Posko-posko untuk tempat pengungsian warga saat terjadi bencana juga akan dipersiapkan sejak dini oleh tim tersebut. Menurut Mensos, bila sebelumnya posko itu terpusat di kantor gubernur, bupati, dan camat, tapi saat ini lokasinya disiapkan menyebar nyaris di setiap kampung.
Tujuannya, kata dia, mempersingkat waktu pendistribusian bantuan kepada warga yang dilanda bencana, sekaligus mempercepat upaya pemberian pertolongan jika terjadi eskalasi kondisi di lapangan. Termasuk skema pendirian tenda darurat yang dilengkapi dapur-dapur umum juga mulai disiapkan Tagana Kemensos.
Di wilayah Banten, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) melibatkan desa tangguh bencana (Destana) untuk menggiatkan sosialisasi kewaspadaan potensi gempa megathrust magnitudo 8,7 yang mungkin terjadi di Selat Sunda.
Kepala Pelaksana BPBD Banten Nana Suryana di Serang, Rabu, mengatakan dalam mitigasi potensi bencana tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah, namun juga dilakukan dengan kesadaran mandiri masyarakat di wilayah rawan bencana.
Ia mengatakan dalam pembentukan desa atau kelurahan tanggap bencana, disiapkan beberapa titik kumpul atau titik evakuasi beserta jalurnya.
Sosialisasi yang dilakukan tidak hanya sekedar memberi arahan pada kondisi normal, di mana titik kumpul dan jalur evakuasi pasti bisa digunakan. Namun, juga bagaimana mengevakuasi diri saat kondisi darurat, saat hal tak terduga di jalur evakuasi bisa terjadi.
"Makanya prinsipnya bahwa kita tidak panik kemudian kenali prosedurnya jika terjadi gempa itu harus seperti apa. Nah, itu yang sudah kita sosialisasikan," ujar Nana.
Ia mengatakan skenario potensi gempa megathrust untuk kawasan Banten tidak seharusnya menjadi kepanikan yang berlebihan, namun merupakan kewaspadaan.
Ia juga mengimbau agar masyarakat dapat memperhatikan tanda-tanda alam, serta kearifan lokal untuk memastikan ciri-ciri potensi bencana alam terjadi. Meskipun hingga kini tidak pernah ada yang bisa memastikan kapan, di mana dan berapa kekuatan gempa terjadi.
Ia mengatakan mitigasi bencana bisa dimulai dari setiap instansi. Misalnya mengajarkan tentang berbagai tanda bencana dan menggelar simulasi potensi bencana dari tingkat PAUD di sejumlah kabupaten/kota, hingga di tingkat instansi perkantoran atau pemerintahan.
Sementara, BPBD Banten juga ikut mengawasi peralatan pendeteksi gempa yang ditempatkan di kawasan pesisir seperti Pasawuran, Panimbang, dan Labuan.
BMKG memaparkan potensi gempa dan tsunami 20 meter dari zona megathrust Selat Sunda dan Mentawai Siberut.
Dari kajian tersebut, skenario jika terjadi gempa khususnya pada wilayah Banten yakni di Kabupaten Pandeglang dengan ancaman fatal, tinggi tsunami mencapai 10-20 meter dengan estimasi kedatangan setelah gempa sekitar 30 menit.
Sedangkan potensi untuk Kota Cilegon yakni level ancaman awas, dengan tinggi tsunami 3-10 meter dan estimasi kedatangan mencapai daratan selama 1 jam 15 menit usai gempa terjadi.
BPBD Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menyiagakan sekitar 90 orang Relawan Tangguh Bencana (Retana) di sepanjang pantai selatan guna mengawasi, melaporkan, dan menangani secara cepat ketika terlihat tanda alam akan terjadi bencana.
Kepala Pelaksana BPBD Cianjur Asep Sukma Wijaya mengatakan relawan juga ditugaskan melakukan pemetaan tingkat kerawanan bencana alam kekeringan yang mulai melanda beberapa kecamatan di wilayah utara, selatan, dan timur Cianjur.
"Puluhan relawan yang disiagakan akan melakukan berbagai upaya termasuk memberitahukan pada warga melalui pengeras suara masjid ketika melihat tanda alam akan terjadinya bencana, sekaligus melakukan evakuasi," katanya.
Hal tersebut dilakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat di tiga kecamatan, yakni Cidaun, Sindangbarang, dan Agrabinta, terkait merebaknya kabar potensi gempa besar akibat megathrust Selat Sunda, sehingga perlu diwaspadai.
Relawan juga mensosialisasikan hal tersebut pada masyarakat di sepanjang pesisir selatan, sehingga tidak panik dan was-was namun harus tetap waspada karena selama beberapa tahun terakhir penanganan bencana bersama masyarakat telah dilakukan termasuk proses evakuasi.
"Harapan kami tidak ada lagi bencana alam yang berdampak besar terjadi di Cianjur, namun masyarakat tetap harus waspada karena kapan bencana alam akan terjadi sulit untuk diprediksi," katanya.
Namun, menurut dia, tanda alam akan terjadinya bencana sudah dapat dibaca masyarakat di sebagian besar wilayah Cianjur, sehingga dapat melakukan antisipasi dengan segera mengungsi dan mencari tempat aman ketika bencana alam terjadi.