RI Berpotensi Impor Beras 5,17 Juta Ton, Pengamat Khawatir Ketahanan Pangan Nasional

Reporter

Annisa Febiola

Editor

Aisha Shaidra

Rabu, 31 Juli 2024 07:05 WIB

Buruh pelabuhan membongkar beras impor asal Thailand dari kapal kargo di Pelabuhan Boom Baru, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat 1 Maret 2024. Perum Bulog Kantor Wilayah Sumatera Selatan-Bangka Belitung mendapatkan pasokan beras impor sebanyak 42.000 ton beras dari Thailand, Vietnam, Myanmar yang akan didistribusikan ke dua provinsi yaitu Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung sebagai cadangan beras pemerintah untuk menjamin ketersediaan dan stabilitas harga. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur lembaga kajian Next Policy, Yusuf Wibisono, mengkhawatirkan ketahanan pangan nasional tahun ini. Dia berkaca pada proyeksi neraca beras nasional 2024 yang dimutakhirkan pada Mei lalu, Indonesia berpotensi akan melakukan impor beras hingga 5,17 juta ton sepanjang tahun ini.

"Merupakan bukti nyata bahwa ketahanan pangan nasional berada di posisi yang mengkhawatirkan," kata Yusuf dalam keterangan resminya pada Selasa, 30 Juli 2024.

Realisasi impor beras pada Januari hingga April 2024 tercatat telah mencapai 1,77 juta ton. Sementara rencana impor pada Mei hingga Desember 2024 sebanyak 3,40 juta ton. Menurut Yusuf, fakta ini mengukuhkan kecenderungan mengkhawatirkan karena impor beras pada 2023 lalu hanya 3,06 juta ton.

Bila realisasinya sesuai dengan proyeksi, maka impor beras tahun ini akan menjadi rekor impor beras terbesar, melampaui impor beras tahun 1999 yang mencapai 4,75 juta ton. "Angka ini juga akan menjadikan Indonesia sebagai negara importir beras terbesar di dunia, mengalahkan Filipina yang rata-rata mengimpor beras sekitar 4 juta ton setiap tahunnya,” ujarnya.

Dengan menjadi salah satu importir pangan terbesar di dunia, kata Yusuf, Indonesia akan selalu terpapar risiko impor dan politik proteksionisme pangan global. Dia menyebut, ketergantungan pada pasar pangan global akan memunculkan kerentanan tinggi pada ketahanan pangan nasional. Utamanya dari ketidakpastian pasokan dan harga pangan internasional.

Advertising
Advertising

Pada 2023, Indonesia mengimpor 3,06 juta ton beras. Sebanyak 93 persen impor berasal dari tiga negara saja, yaitu Thailand 45,1 persen, Vietnam 37,5 persen, dan Pakistan 10,1 persen. Yusuf menekankan, situasi ini menunjukkan betapa rentannya ketahanan pangan Indonesia terhadap fluktuasi harga dan pasokan yang bergantung dari beberapa negara saja.

Menurut dia, proyeksi impor besar-besaran ini terjadi akibat jatuhnya produksi beras nasional tahun ini secara signifikan. Produksi beras pada Januari hingga Juli 2024 diperkirakan anjlok hingga 13,3 persen atau setara 2,47 juta ton, dibandingkan periode yang sama tahun lalu. “Jatuhnya produksi beras nasional di semester pertama 2024 ini menguatkan kecenderungan penurunan kapasitas produksi beras nasional dalam enam tahun terakhir,” kata Yusuf.

Yusuf menjelaskan, sejak 2018, produksi beras nasional cenderung menurun secara persisten. Pada 2018, produksi beras nasional masih mencapai 33,9 juta ton, namun kemudian turun menjadi hanya 30,9 juta ton pada 2023.

Dia menambahkan, jatuhnya produksi beras nasional banyak diklaim karena faktor iklim akibat el nino yang bermula sejak Juni 2023 dan berlanjut hingga pertengahan 2024. El nino diklaim menciptakan kekeringan di sebagian besar wilayah sentra padi. Namun, dia menilai tendensi kenaikan harga beras yang telah terjadi sejak 2022 membantah klaim bahwa kenaikan harga beras semata karena faktor el nino. “Kenaikan harga beras yang persisten dalam tiga tahun terakhir ini memperlihatkan adanya masalah struktural yang serius."

Di awal 2022, rata-rata harga beras tercatat hanya di kisaran Rp11.750 per kg, kemudian awal 2023 merangkak naik di kisaran Rp12.650 per kg. Di awal 2024, harga beras mencapai Rp14.550 per kg dan kini di medio 2024 telah mencapai kisaran Rp15.350 per kg.

Menurut Yusuf, tingginya harga beras saat ini memang sebagian didorong oleh turunnya pasokan pasca el nino sejak Juni 2023 hingga Juni 2024. Namun, masalah dalam kapasitas produksi beras nasional tidak hanya terkait iklim dan cuaca yang tidak bersahabat saja. Lebih daripada itu, juga karena minimnya ketersediaan pupuk, jumlah petani yang semakin menurun dan menua, hingga alih fungsi sawah yang semakin tidak terkendali.

“Faktor paling mendasar dalam penurunan produksi beras nasional yang menyebabkan impor terbesar di tahun ini adalah alih fungsi lahan sawah yang terus terjadi secara masif, termasuk yang disebabkan oleh proyek strategis nasional (PSN), terutama di Jawa,” tutur Yusuf.

Fakta alih fungsi lahan sawah yang terus terjadi dibuktikan oleh luas lahan panen padi nasional yang konsisten menurun dalam enam tahun terakhir. Pada tahun 2018, kata Yusuf luas lahan panen padi di Indonesia mencapai 11,38 juta hektare. Namun, pada tahun 2023, luas tersebut hanya tersisa 10,21 juta hektare atau turun sebesar 10,28 persen selama enam tahun terakhir.

"Penurunan luas lahan panen padi yang konsisten ini mengindikasikan adanya sawah yang secara permanen tidak lagi menghasilkan panen karena mengalami alih fungsi lahan,” kata dia.

Selain itu, indikasi alih fungsi lahan sawah yang masif terlihat pula pada penetapan lahan sawah yang dilindungi (LSD) di delapan provinsi sentra beras. Mulai dari Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, hingga Nusa Tenggara Barat.

Di delapan provinsi sentra beras ini, kata Yusuf luas lahan baku sawah (LBS) tahun 2019 sekitar 3,97 juta hektare. Namun, pada 2021 hanya 3,84 juta hektare sawah yang dapat ditetapkan menjadi LSD. Yusuf menduga, sekitar 136 ribu hektare sawah di delapan provinsi tersebut telah mengalami konversi sepanjang tahun 2019-2021.

Dia menekankan, perlindungan terhadap lahan sawah yang tersisa, terutama di Jawa, adalah kebijakan yang tidak bisa ditawar untuk ketahanan pangan masa depan. Kebijakan membuka lahan sawah baru di luar Jawa, termasuk food estate sebagai kompensasi atas hilangnya sawah di Jawa, menurut dia adalah kebijakan yang salah arah, mahal dan berisiko sangat tinggi untuk ketahanan pangan nasional.

Bagi Yusuf, mempertahankan sawah dan mendorong usaha pertanian rakyat berbasis keluarga di Jawa adalah krusial untuk memastikan ketahanan pangan nasional di masa depan. "Bukan dengan food estate yang mahal dan berisiko tinggi gagal," tuturnya.

Pilihan editor: Dilaporkan ke KPK soal Dugaan Mark Up, Bulog Klaim Tender Beras Impor Berlangsung Terbuka

Berita terkait

PLN dan Pupuk Indonesia Bekerja Sama untuk Produksi Hidrogen dan Amonia Hijau

2 hari lalu

PLN dan Pupuk Indonesia Bekerja Sama untuk Produksi Hidrogen dan Amonia Hijau

PLN dan Pupuk Indonesia bekerja sama dengan Acwa Power dalam perjanjian pembelian hidrogen hijau sebagai usaha pemanfaatan energi baru terbarukan.

Baca Selengkapnya

Bulog akan Lanjutkan Impor Beras untuk Dukung Program Makan Bergizi Gratis Prabowo

6 hari lalu

Bulog akan Lanjutkan Impor Beras untuk Dukung Program Makan Bergizi Gratis Prabowo

Direktur Utama Perum Bulog Wahyu Suparyono mengaku akan lanjutkan impor beras. Untuk dukung program Makan Bergizi Gratis.

Baca Selengkapnya

Dirut Bulog: India Buka Lagi Keran Ekspor Beras

16 hari lalu

Dirut Bulog: India Buka Lagi Keran Ekspor Beras

India kembali membuka keran ekspor beras. Indonesia membutuhkan kuota impor beras sebesar 1,2 juta ton pada akhir 2024.

Baca Selengkapnya

Dirut Bulog Sebut belum Ada Rencana Penambahan Impor Beras

20 hari lalu

Dirut Bulog Sebut belum Ada Rencana Penambahan Impor Beras

Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi mengatakan pemerintah belum berencana melakukan penambahan impor beras.

Baca Selengkapnya

Menteri KKP Tekankan Peran Ekonomi Biru untuk Ketahanan Pangan

21 hari lalu

Menteri KKP Tekankan Peran Ekonomi Biru untuk Ketahanan Pangan

Mahasiswa, akademisi, dan perguruan tinggi mempunyai peranan penting dalam mengimplementasikan kebijakan Ekonomi Biru di sektor kelautan dan perikanan melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat

Baca Selengkapnya

Kementan Buka Sawah Baru Seluas 500 Ribu Hektare di Kalteng

21 hari lalu

Kementan Buka Sawah Baru Seluas 500 Ribu Hektare di Kalteng

Selain di Kalteng, pemerintah juga membuka sawah di Papua Selatan seluas 1 juta hektare, Kalimantan Selatan 500 ribu haktare, dan Sumatera Selatan.

Baca Selengkapnya

Koalisi Pangan Bijak Tawarkan Langkah Transformasi Ketahanan Pangan di Wilayah Kepulauan

28 hari lalu

Koalisi Pangan Bijak Tawarkan Langkah Transformasi Ketahanan Pangan di Wilayah Kepulauan

Berikut langkah perbaikan sistem untuk mengatasi rentannya ketahanan pangan di wilayah kepulauan dan daerah pedalaman

Baca Selengkapnya

KPK Masih Telaah Skandal Demurrage Impor Beras Rp 294 Miliar

29 hari lalu

KPK Masih Telaah Skandal Demurrage Impor Beras Rp 294 Miliar

KPK masih menelaah soal kasus skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp 294,5 miliar.

Baca Selengkapnya

HUT ke-79 RI, Bambang Soesatyo Beberkan PR Indonesia: Keadilan, Kedaulatan Pangan, hingga Transisi Energi

34 hari lalu

HUT ke-79 RI, Bambang Soesatyo Beberkan PR Indonesia: Keadilan, Kedaulatan Pangan, hingga Transisi Energi

Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan masih banyak PR pemerintah di usia kemerdekaan Indonesia yang ke-79, dari keadilan hingga transisi energi.

Baca Selengkapnya

Ketergantungan Beras Impor Meningkat, Indef: Swasembada Pangan Sulit Tercapai

35 hari lalu

Ketergantungan Beras Impor Meningkat, Indef: Swasembada Pangan Sulit Tercapai

Ekonom Indef mengatakan Indonesia sulit mencapai swasembada pangan di saat ketergantungan pada beras impor justru meningkat.

Baca Selengkapnya