Kata Pengamat Ihwal Seretnya Investor Asing Masuk ke IKN
Reporter
Hendrik Khoirul Muhid
Editor
Dwi Arjanto
Senin, 22 Juli 2024 08:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kunjungan Presiden Joko Widodo atau Jokowi ke Uni Emirat Arab baru-baru ini belum menghasilkan kepastian soal investasi bagi proyek Ibu Kota Nusantara di atas IKN. Dari delapan nota kesepahaman atau MoU yang disepakati oleh pemerintah Indonesia dengan pihak UEA, tak satu pun terkait IKN.
Sampai saat ini, belum ada realisasi investasi asing untuk IKN walau pemerintah sudah menerima ratusan nota kesepahaman (MoU) dan letter of intent (LoI) atau kesepakatan awal untuk kerja sama.
Hal itu diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia saat menjawab pertanyaan dalam rapat bersama Komisi VI DPR, Selasa, 11 Juni 2024.
“Investasi yang masuk di IKN sekarang pada tahap pertama itu adalah investasi PMDN semuanya. Belum ada PMA (penanaman modal asing) yang melakukan groundbreaking,” kata Bahlil.
Ihwal investor asing dari UEA, sebelumya pada awal Juni lalu Jokowi mengatakan perusahaan dari negara itu, Emaar Properties, sudah berkomitmen untuk menanam modal di IKN. Meskipun begitu, Kepala Negara belum membeberkan nilai investasi yang dia maksud. Jokowi berujar kesepakatan investasi akan diteken bulan ini.
“Saya enggak mau sebut karena belum tanda tangan, tapi gede banget (investasinya),” kata Jokowi dalam pidato saat melaksanakan groundbreaking Astra Biz Center dan Nusantara Botanical Garden, di IKN, Selasa, 4 Juni 2024. “Insya Allah nanti (tanda tangan) di bulan Juli di Abu Dhabi atau Dubai.”
Tapi, ternyata Jokowi pulang ke Tanah Air dengan tangan hampa terkait kesepakatan investasi tersebut. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan investor asing enggan menginvestasikan dananya ke pembangunan IKN. Sejumlah pengamat telah memberikan tanggapan terkait penyebab investor asing seret masuk ke IKN.
Menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagio wajar jika investor asing enggan masuk ke proyek pembangunan IKN. Menurut dia, investor berpandangan bahwa proyek tersebut kurang prospektif secara bisnis. Pihaknya menegaskan, indikator utama dalam berinvestasi adalah soal imbal hasil.
Imbal hasil investasi tersebut salah satunya yang paling besar didapatkan dari tingkat konsumsi oleh populasi di wilayah tersebut. Sementara itu, populasi penduduk IKN untuk beberapa tahun ke depan belum dapat diperkirakan. Sebab hanya ASN tertentu saja yang akan pindah.
“Kalau masih greenfield itu mana ada investor mau. Kalau infrastruktur tidak ada, masa suruh investasi? Mau bikin apa, kan masih belum tahu di situ berapa orang yang akan tinggal, kelas apa, kan belum ada,” kata Agus kepada media awal Juli lalu.
Pemerintah, kata dia, saat ini boleh saja mengantongi ratusan surat pernyataan minat untuk berinvestasi dari investor asing. Namun, hal itu tidak lantas menjadi patokan mereka akan banyak menggarap proyek pembangunan IKN. Investor asing tentu mempelajari kemungkinan buruk berinvestasi di IKN.
“Akhirnya ngaku, tidak ada tuh investor (asing) yang datang, ya waktu rapat sih datang saja, dikasih makan, dikasih minum, oh iya dia tertarik. Begitu dipelajari, waduh ini sih blangsak, tidak jadilah dia,” sambungnya.
Masalah lain yang menurut Agus krusial dan menjadi penyebab investasi asing masih susah masuk ke Indonesia secara umum menurutnya adalah soal korupsi. Hal ini kemudian membuat kepercayaan investor terkikis ketika hendak menaruh modal di Indonesia.
“Yang penting sekarang investor datang, supaya investor datang, jangan palakin mereka, atur yang baik, jangan minta saham, kerja kaga minta iya, izin apa dipersulit, datangkan bahan baku dipersulit, kan gitu sekarang,” katanya.
Sementara itu, menurut pengamat ekonomi Amrullah Hakim penyebab dari investor asing di IKN masih ragu mendanai megaproyek tersebut salah satunya belum adanya pemberian insentif pajak hingga regulasi yang cenderung berbelit-belit. Padahal menurut Amrullah, Indonesia berpote besar untuk menarik investor. Tetapi harus diikuti dengan kesinambungan dalam pemerintahan dan kepastian hukum.
‘Jadi kita harus membuat regulasi secara hukum yang tidak plin-plan ya, yang tidak berubah-ubah (pastinya) membutuhkan kepastian hukum,” katanya pada Kamis, 13 Juni 2024 lalu, seperti dilansir dari NU Online.
Anggota Lembaga Perekonomian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LP PBNU) ini juga menekankan pentingnya pemerintahan baru Indonesia untuk mampu menjaga stabilitas negara, agar investor asing berminat untuk berinvestasi di IKN.
“Kita harus membuktikan setelah itu, ke depan, dengan pergantian pemerintahan republik Indonesia apakah kita masih bisa menjaga stabilitas ekonomi, politik dan keamanan, sebelum kita bisa memastikan akan mendapatkan investasi asing,” katanya.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | DANIEL A. FAJRI | RIRI RAHAYU
Pilihan editor: Genjot Pembangunan Bandara di IKN 4 Pesawat Modifikasi Cuaca Dikerahkan