Arus Modal Masuk Pengaruhi Penguatan Rupiah

Reporter

Annisa Febiola

Editor

Agung Sedayu

Selasa, 16 Juli 2024 14:45 WIB

Ilustrasi nilai rupiah terhadap dolar. TEMPO/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky menyebut arus modal masuk cenderung membawa dampak baik ke Indonesia. Hal ini ditandai dengan turunnya tekanan pada rupiah.

"Dengan US$ dollar index (DXY) yang turun ke titik terendahnya dalam selama tiga minggu terakhir, rupiah mengalami apresiasi yang cukup signifikan," kata Riefky dalam analisisnya bersama tim LPEM yang dikutip Selasa, 16 Juli 2024.

Per 14 Juli 2024, LPEM FEB UI mencatat penguatan rupiah sekitar 2,23 persen dalam sebulan terakhir. Sejak awal tahun, rupiah telah melemah hingga 4,65 persen secara year-to-date (ytd).

Namun, rupiah tercatat masih memiliki performa yang lebih baik dibanding mata uang negara berkembang lain. Misalnya seperti peso Argentina yang melemah 13,7 persen ytd, lira Turki melemah 12,1 persen ytd. Kemudian, peso Filipina juga melemah 5,5 persen ytd dan baht Thailand melemah 5,1 persen ytd.

Selain itu, Indonesia juga memiliki catatan positif terkait cadangan devisa yang meningkat sekitar US$1,2 miliar. Cadangan devisa meningkat dari US$138,97 miliar pada Mei menjadi US$130,18 miliar pada Juni 2024.

Advertising
Advertising

Peningkatan cadangan devisa dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah, menyusul kebutuhan untuk melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah bulan lalu.

Posisi cadangan devisa pada Juni 2024 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka ini jauh lebih tinggi dari standar kecukupan internasional, yaitu untuk tiga bulan impor.

Bank Indonesia (BI) belum mengubah keputusannya terkait suku bunga acuan atau BI rate sejak dinaikkan 25 basis poin pada April lalu. Namun, Riefky melihat sentimen terhadap arah kebijakan The Fed untuk sisa 2024 telah berubah signifikan sejak bulan lalu. Salah satu alasan utamanya adalah akibat rilis data inflasi AS. Pada Juni 2024, inflasi AS tercatat turun ke 3 persen year-on-year (yoy) dari 3,3 persen yoy di bulan sebelumnya. Inflasi AS mencapai titik terendahnya sejak Maret 2021, didorong oleh turunnya harga bahan bakar minyak dan biaya sewa tempat tinggal.

Angka inflasi bulanan AS juga mengalami deflasi sebesar 0,1 persen month-on-month (mtm) dan menjadi deflasi pertama sejak April 2020. Meredanya tekanan juga terjadi di pasar tenaga kerja AS. Angka pengangguran sedikit meningkat pada Juni dan kecepatan pertumbuhan lapangan kerja juga melambat dari perkiraan awal. Ada penambahan lapangan kerja sebanyak 206 ribu di perekonomian AS, melebihi konsensus sebelumnya yang memprediksi hanya 190 ribu.

Akan tetapi, peningkatan tingkat pengangguran lebih dikarenakan oleh naiknya suplai tenaga kerja ketimbang hilangnya lapangan pekerjaan. Sehingga, data non-farm payroll menunjukkan tingkat pengangguran di Juni 2024 mencapai 4,1 persen, sedikit meningkat dari bulan sebelumnya yakni 4 persen. "Rilis data inflasi dan pengangguran terkini di AS secara umum mengindikasikan narasi bahwa tekanan di perekonomian AS mulai mereda," kata Riefky.

Seiring dengan The Fed yang cenderung menunjukkan sinyal dovish setelah rilis data inflasi AS, arus modal mulai beralih ke pasar berkembang. Total arus modal portofolio ke pasar keuangan Indonesia meningkat hingga US$1,06 miliar dalam tiga pekan terakhir dan mencatatkan akumulasi arus modal tertinggi sejak medio April.

Dari US$1,06 miliar tersebut, sebanyak US$0,74 miliar masuk ke pasar saham dan US$0,32 miliar ke instrumen obligasi. Namun, arus modal ke instrumen obligasi lebih didominasi ke surat utang jangka panjang pemerintah. Hal ini ditunjukkan dengan imbal hasil tenor surat utang pemerintah tenor 10 tahun yang turun dari 7,8 persen pada 19 Juni 2024 menjadi 7,02 persen pada 12 Juli.

Sebaliknya, imbal hasil surat utang pemerintah tenor 1 tahun relatif stagnan, sebesar 6,52 persen selama periode tersebut. Menurut Riefky, minat investor yang relatif lebih rendah untuk membeli surat utang jangka pendek pemerintah kemungkinan merefleksikan kekhawatiran investor terhadap kondisi perekonomian Indonesia di jangka pendek.

Kemudian, kemungkinan lainnya adalah ketidakpastian belanja publik tahun depan dan potensi menurunnya disiplin fiskal oleh pemerintah mendatang. "Namun, minat investor terhadap pasar keuangan Indonesia secara keseluruhan membaik, ditunjukkan dengan nilai premi credit default swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun yang menurun ke 71,72 di 12 Juli dari 78,17 di akhir bulan lalu," tutur dia.

Pilihan Editor: Terpopuler: Alasan Prabowo Lanjutkan IKN, Dampak Penembakan Donald Trump pada Harga Emas

Berita terkait

Rupiah Ditutup Menguat Sore Ini, Analis Prediksi Lanjut Hingga Pekan Depan

3 hari lalu

Rupiah Ditutup Menguat Sore Ini, Analis Prediksi Lanjut Hingga Pekan Depan

Ibrahim memprediksi rupiah masih akan tetap menguat pada Selasa pekan depan, 17 September 2024.

Baca Selengkapnya

Rupiah Menguat di Akhir Perdagangan Hari Ini, Diprediksi Kembali Menguat Besok

5 hari lalu

Rupiah Menguat di Akhir Perdagangan Hari Ini, Diprediksi Kembali Menguat Besok

Nilai Rupiah mengalami penguatan terhadap Dolar AS pada akhir perdagangan Rabu, 11 September 2024. Hal ini disebabkan melemahnya indeks Dolar AS.

Baca Selengkapnya

Rupiah Melemah Sepekan Terakhir, Hipmi: Karena Ketidakpastian Global

5 hari lalu

Rupiah Melemah Sepekan Terakhir, Hipmi: Karena Ketidakpastian Global

Hipm menyebutkan lemahnya nilai tukar rupiah selama sepekan terakhir disebabkan sejumlah faktor. Salah satunya ketidakpastian global.

Baca Selengkapnya

Data Tingkat Pengangguran AS Turun, Rupiah Hari Ini Diprediksi Bakal Melemah

6 hari lalu

Data Tingkat Pengangguran AS Turun, Rupiah Hari Ini Diprediksi Bakal Melemah

Data tingkat pengangguran AS pada Agustus lebih rendah dibanding sebelumnya, hal ini mendorong penguatan indeks dolar AS dan membuat kurs rupiah melemah

Baca Selengkapnya

Rupiah Melemah Tipis Sore Ini, Besok Diprediksi Menguat

13 hari lalu

Rupiah Melemah Tipis Sore Ini, Besok Diprediksi Menguat

Rupiah sore ini ditutup melemah tipis, besok bakal bergerak fluktiatif cenderung menguat

Baca Selengkapnya

BI dan Bank of Korea Kerja Sama Penggunaan Mata Uang Lokal Antarnegara

17 hari lalu

BI dan Bank of Korea Kerja Sama Penggunaan Mata Uang Lokal Antarnegara

Bank Indonesia (BI), Bank of Korea (BOK), dan Kementerian Keuangan Korea menyepakati kerangka kerja sama Local Currency Transaction (LCT).

Baca Selengkapnya

Rupiah Melemah Sore Ini, Analis Prediksi Pelemahan Berlanjut Sampai Pekan Depan

17 hari lalu

Rupiah Melemah Sore Ini, Analis Prediksi Pelemahan Berlanjut Sampai Pekan Depan

Rupiah pekan depan diprediksi bergerak fluktuatif, cenderung melemah

Baca Selengkapnya

BI dan Kemenkeu Beda Proyeksi Kurs di RAPBN 2025, Ekonom: Satu Moneter, Satu Fiskal

18 hari lalu

BI dan Kemenkeu Beda Proyeksi Kurs di RAPBN 2025, Ekonom: Satu Moneter, Satu Fiskal

Kepala Ekonom BCA David Sumual mengatakan, perbedaan proyeksi nilai tukar rupiah antara BI dan Kemenkeu wajar karena BI memandang dari sisi moneter, sedangkan Kemenkeu dari sisi fiskal.

Baca Selengkapnya

Analis: Rupiah Besok Bergerak Fluktuatif, Ditutup Menguat di Rp 15.350 hingga Rp 15.460

18 hari lalu

Analis: Rupiah Besok Bergerak Fluktuatif, Ditutup Menguat di Rp 15.350 hingga Rp 15.460

Analis sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memproyeksikan rupiah akan bergerak fluktuatif esok hari.

Baca Selengkapnya

Rupiah Melemah Jadi Rp 15.423,5 per Dolar AS Sore Ini

18 hari lalu

Rupiah Melemah Jadi Rp 15.423,5 per Dolar AS Sore Ini

Nilai tukar rupiah sore ini ditutup melemah tipis 1,5 poin di level Rp 15.423,5 per US$.

Baca Selengkapnya