BP2MI Sebut Banyak Pekerja Migran jadi Korban Sindikat Perdagangan Orang, Namun Negara Abai
Reporter
Ikhsan Reliubun
Editor
Aisha Shaidra
Sabtu, 13 Juli 2024 22:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani, menyebut pekerja migran Indonesia atau PMI kerap mengalami malasah lewat praktik penempatan yang dikendalikan para sindikat dan mafia. "Ini kejahatan internasional yang tidak hanya sindikatnya ada di Indonesia, tapi juga ada di negara-negara penempatan," kata Benny saat memberikan kuliah umum perihal Pekerja Migran Indonesia di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Rabu, 9 Juli 2024. "Ini adalah bisnis kotor, bisnis haram, yang perputaran uangnya sangat besar," tutur dia, di depan mahasiswa dan pejabat Rektorat UIN.
Praktik para sindikat dan mafia itu menurut Benny berlangsung lama. Banyak pekerja migran yang menjadi korban. "Tapi kritik saya, negara abai, negara tidak hadir, dan bahkan takluk melawan para sindikat dan mafia pedagangan orang," tutur dia.
Padahal menurutnya, Indonesia punya kekuatan hukum tentang pencegahan TPPO dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Selain itu ada Peraturan Presiden tentang penanganan dan pencegahan tindak pidana perdagangan orang. Namun menurutnya penanganan soal pemberantasan tindak pidana perdagangan manusia tidak efektif.
Menurutnya, para sindikat dan mafia TPPO sulit tersentuh hukum karena dibekingi oknum-oknum yang memiliki atribut kekuasaan di negara ini.
Dari sekian banyak pekerja migran yang menjadi korban, menurutnya perempuan adalah yang paling rentan. "Kaum perempuan 80 persen korban perdagangan manusia," ucap dia.
Saat ini berdasarkan data BP2MI, jumlah pekerja migran di luar negeri berdasarkan negara tujuan penempatan per 2007-13 Juni 2024 berjumlah 5.067.984 orang. Dalam empat tahun terakhir yakni 2020-Juni 2024 ada penambahan pekerja migran sekitar 820 ribu orang.
Adapun penempatan PMI dengan skema Government to Government (G to G) melalui BP2MI per periode empat tahun terakhir 30.165 orang. Penempatan PMI dengan skema G to G berada Korea Selatan, Jepang, dan Jerman. Sementara yang berada di luar skema G to G, kata dia, tersebar di sepuluh negara, yakni Malaysia (1.598.678 orang), Taiwan (1.013.526 orang), Kore Korea Selatan (115.004 orang), Brunei Darussalam (96.625 orang), Singapura (334.159), Hongkong (992.814 orang), Uni Emirat Arab (179.451 orang), Arab Saudi (459.370 orang) Qatar (76.659 orang), dan Oman (63.224 orang).
Benny mengatakan, berdasarkan data BP2MI dalam penanganan PMI terkendala (bermasalah) tercatat sebanyak 110.056 orang pada 2020-7 Juni 2024. Sebanyak 90 persen dari korban itu adalah pekerja migran. Sementara dari jumlah ini, 80 persen korbannya adalah pekerja migran perempuan.
Pada periode yang sama, Benny mengatakan, penanganan pemulangan jenazah PMI sebanyak 2.570 orang. Sebanyak 90 persen adalah korban dari kejahatan pekerja migran. Sebanyak 80 persen pemulangan jenazah adalah perempuan dan ibu-ibu. "Dan dari bisnis ini mereka mengambil keuntungan besar," kata dia.
Pilihan editor: 165 WNI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri, Migrant Care: Perlu Berbenah dalam Perlindungan