Pemerintah Lanjutkan Insentif HGBT, Asaki: Bisa Tingkatkan Produksi Keramik Indonesia
Reporter
Nandito Putra
Editor
Aisha Shaidra
Selasa, 9 Juli 2024 13:21 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia atau Asaki mengapresiasi kebijakan pemerintah melanjutkan insentif Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Ketua Asaki Edy Suyanto mengatakan kebijakan tersebut akan meningkatkan utilisasi kapasitas produksi keramik di dalam negeri. Melalui insentif tersebut, HGBT dipatok US$ 6/MMBTU.
Keputusan untuk melanjutkan insentif HGBT disampaikan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. “Ya lanjut terus pokoknya,” kata Airlangga, Senin, 8 Juli 2024. Airlangga mengatakan mengenai usulan untuk memperluas insentif HGBT akan terus dikaji.
Airlangga mengatakan akan memberikan izin kepada Pertamina untuk membuat infrastruktur gas. “Terutama untuk regasifikasi LNG (gas alam cair) dan ketiga kawasan industri diizinkan untuk membuat regasifikasi LNG plus bisa untuk pengadaan LNG dari luar negeri,” kata Airlangga.
Edy Suyanto berharap kebijakan itu bisa menarik minat investor di industri keramik. Sebab, kata Edy, industri keramik sangat bergantung pada ketersediaan HGBT. Ia mengatakan insentif sangat membantu industri karena 30 persen biaya produksi keramik dialokasikan untuk bahan bakar gas.
Edy mengatakan kebijakan insentif HGBT harus terlaksana dengan baik dan konsisten. "Semoga Kebijakan perpanjangan HGBT US$ 6/MMBTU dipatuhi PGN dan tidak diberlakukan lagi AGIT (Alokasi Gas Industri Tertentu," kata Edy kepada Tempo, Senin, 8 Juli 2024.
Dia menambahkan, sejak pertengahan 2023 harga gas mencapai US$6,5/MMBTU. Sedangkan untuk pemakaian maksimal 60 persen dari alokasi volume gas, kata Edy, dikenakan tarif harga yang cukup mahal yaitu US$13,8/MMBTU. Edy menyatakan penetapan harga tersebut karena alasan ketersediaan pasokan gas. "Keputusan ini tentunya sangat positif dan sudah lama ditunggu-tunggu industri keramik sebab kemampuan daya saing industri keramik sangat tergantung kepada HGBT," kata Edy.
Pilihan editor: Pengamat: Opini WTP BPK Bukan Jaminan Pengelolaan Anggaran yang Bersih