IDEAS: Beban Utang Pemerintahan Prabowo-Gibran Diperkirakan Tembus Rp1.300 Triliun per Tahun
Reporter
Annisa Febiola
Editor
Martha Warta Silaban
Selasa, 18 Juni 2024 21:25 WIB
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, rerata pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2005 sampai 2014 yakni 5,8 persen per tahun. Kemudian pada masa Presiden Joko Widodo selama 2015 hingga 2024, rata-rata pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya 4,2 persen per tahun. Lalu masa pandemi, kegagalan mendorong pertumbuhan ekonomi semakin masif. Hal ini tercermin melalui implikasi lonjakan utang yang sangat mengkhawatirkan. Lambannya pemulihan ekonomi pasca pandemi semakin memperparah lingkaran jebakan utang.
Yusuf menjelaskan peningkatan stok utang pemerintah beserta beban utang yang makin memberatkan ini, punya konsekuensi negatif yang mengkhawatirkan. Misalnya potensi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang akan semakin lemah di masa depan.
"Semakin tinggi stok utang pemerintah, maka akan semakin rendah pertumbuhan ekonominya," kata dia.
Selain mengancam prospek pertumbuhan ekonomi jangka panjang, pembengkakan utang publik juga akan memberi tekanan inflasi dan merusak fungsi intermediasi keuangan dari perbankan. Untuk mencegahnya, kata dia, pemerintah perlu menerapkan aturan disiplin fiskal secara ketat, defisit anggaran tak boleh melebihi 3 persen dari PDB. Kemudian, tidak boleh ada monetisasi utang pemerintah oleh bank sentral, untuk alasan apa pun.
"Menjadi sangat mengkhawatirkan rencana Presiden terpilih yang sangat permisif dengan utang. Hal ini benar-benar akan merusak disiplin fiskal dan mengancam stabilitas makroekonomi kita. Dalam jangka pendek, kita sudah melihat instabilitas ini pada nilai tukar rupiah yang terus melemah."
Pilihan Editor: Ramai Prabowo Dikabarkan Akan Naikkan Rasio Utang jadi 50 Persen PDB, TKN: Pelaku Pasar Tak Perlu Khawatir