Berbagai Respons Tentang Pemberian Bansos bagi Korban Judi Online
Reporter
Ilona Estherina
Editor
Martha Warta Silaban
Senin, 17 Juni 2024 09:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemberian bantuan sosial atau bansos tentang judi online mulanya disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Ia mengatakan kementerian sudah banyak memberikan advokasi korban judi online.
"Misalnya kemudian kami masukkan di dalam DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) sebagai penerima bansos," ujarnya 13 Juni 2024.
Muhadjir menegaskan bahwa praktik judi baik secara langsung maupun daring dapat memiskinkan masyarakat, sehingga kalangan tersebut kini berada di bawah tanggung jawab kementerian yang ia pimpin. Bansos untuk judi online menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan.
1. Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra)
Penelitian Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Gurnadi Ridwan mengatakan gagasan tersebut perlu ditolak karena bisa memicu kecemburuan dan bertambahnya pelaku judi online baru khususnya masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah yang tidak mendapatkan bansos.
Verifikasi kriteria penerima bansos dirasa akan sulit secara teknis dan berpeluang salah sasaran, bahkan bisa saja digunakan untuk menjadi modal berjudi kembali. Penambahan kuota bansos akibat masuknya kriteria korban judi dianggap akan memicu pembengkakan anggaran. Alokasi anggaran untuk bansos pada 2024 saja sudah mencapai Ro 152,30 triliun.
"Tentu akan memicu pembengkakan anggaran dan berpotensi memakan alokasi layanan publik lainnya seperti kesehatan dan pembangunan," ujar Gurnadi dalam keterangan tertulis Ahad, 16 Juni 2024.
2. Center of Economic and Law Studies (Celios)
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengatakan pelaku judi online tak pantas disebut sebagai korban. Dan para pelaku judi online ini tidak pantas mendapatkan bantuan sosial. "Harusnya masuk panti rehabilitasi baik yang dikelola pemerintah maupun swasta," ujar Bhima, Sabtu 15 Juni 2024.
Jika pemerintah menyebut pelaku judi online sebagai korban, Bhima mengatakan hal itu sangat tak pantas dan menormalisasi judi online. Jika status mereka disebut sebagai korban, dia berujar, dampak dari bahaya dari judi online semakin masif.