Rupiah Ditutup Melemah Tajam Rp16.412 per Dolar AS, Analis: Perang Dagang Pemicu Utamanya
Reporter
Annisa Febiola
Editor
Martha Warta Silaban
Jumat, 14 Juni 2024 17:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Rupiah ditutup terpuruk terhadap dolar AS dalam perdagangan Jumat, 14 Juni 2024. Nilai tukar rupiah melemah tajam 142 poin menjadi Rp 16.412 per dolar AS. Pada perdagangan Kamis kemarin, kurs rupiah terhadap dolar AS ditutup di level Rp 16.270.
Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan pemicu utamanya adalah perang dagang antara Uni Eropa, AS dengan Tiongkok semakin panas, pasca Uni Eropa menerapkan tarif tinggi untuk komponen mobil listrik dan aki listrik.
Ibrahim melanjutkan risiko ekonomi global masih cenderung negatif, meskipun ada kemungkinan beberapa kejutan yang positif. "Ketegangan geopolitik yang meningkat dapat menyebabkan harga komoditas bergejolak, sementara fragmentasi perdagangan lebih lanjut berisiko menyebabkan gangguan tambahan pada jaringan perdagangan," kata dia pada Jumat.
Kemudian, ketidakpastian kebijakan perdagangan telah mencapai tingkat yang sangat tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini ditandai dengan pemilihan umum (Pemilu) di seluruh dunia sejak 2000. Inflasi yang terjadi terus-menerus juga dapat menyebabkan penundaan dalam pelonggaran moneter.
Selain itu, suku bunga yang tinggi juga akan meredam aktivitas global. Beberapa perekonomian besar juga berisiko tumbuh lebih lambat dari perkiraan karena berbagai tantangan domestik. Di samping itu, bencana alam tambahan yang berkaitan dengan perubahan iklim juga dapat menghambat aktivitas ekonomi.
Di sisi positifnya, inflasi global dapat lebih cepat moderat daripada yang diasumsikan pada baseline. Sehingga, memungkinkan pelonggaran kebijakan moneter yang lebih cepat. Kemudian, pertumbuhan di AS bisa jadi lebih kuat dari yang diperkirakan.
Untuk mencegah agar risiko ekonomi global negatif, kata Ibrahim pemerintah harus terus berkolaborasi dengan pemangku kebijakan untuk mendukung pertumbuhan. Baik jangka menengah maupun jangka panjang. "Bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan produktivitas, efisiensi investasi publik, membangun sumber daya manusia dan menutup kesenjangan gender di pasar tenaga kerja," tuturnya.
Di sisi lain, data pada hari Kamis menunjukkan bahwa harga produsen AS turun pada bulan Mei. Indeks harga produsen atau PPI utama turun 0,2 persen pada bulan Mei, setelah naik sebesar 0,5 persen pada bulan April.
Sementara itu, harga inti datar, setelah mengalami kenaikan 0,5 persen pada bulan sebelumnya. Menurut Ibrahim, hal ini terjadi setelah indeks harga konsumen (CPI) AS bulan Mei lebih lemah dari perkiraan para ekonom, sehingga mendorong aksi jual tajam pada greenback.
"Jika digabungkan, rilis IHK dan PPI, kemungkinan besar Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) juga akan menunjukkan penurunan tekanan harga. Namun optimisme terhadap pendinginan inflasi tidak cukup untuk menahan dolar melemah."
Pilihan Editor: Pelemahan Rupiah Berlanjut, Pagi Dibuka Melorot: Investor Tunggu Rilis Data Inflasi Inti AS