YLKI Minta Pemerintah Penuhi Tuntutan Masyarakat Batalkan Tapera

Reporter

Riri Rahayu

Editor

Agung Sedayu

Selasa, 11 Juni 2024 14:47 WIB

Ratusan buruh dari berbagai serikat pekerja se-Jabodetabek saat melakukan aksi unjuk rasa menolak Tapera di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Kamis 6 Juni 2024. Dalam aksinya buruh juga menyerukan penolakan terhadap Uang Kuliah Tunggal (UKT) Mahal, KRIS BPJS Kesehatan, Omnibuslaw UU Cipta Kerja, Hapus OutSourching dan Upah Murah (HOSTUM). TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyoroti pro-kontra kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang masih terus terjadi. Menurutnya, banyaknya pihak yang kontra dengan Tapera mengindikasikan bahwa kebijakan tersebut bermasalah.

“Dari sisi proses maupun content of policy (isi kebijakan) mungkin perlu pengkajian ulang dan penundaan. Tapi bukan penundaan, ya. Tuntutan masyarakat, kan, (Tapera) dibatalkan,” kata Tulus dalam diskusi yang digelar virtual pada Selasa, 11 Juni 2024.

Menurut Tulus, kebijakan Tapera bermasalah karena proses pembuatan kebijakan ini yang tidak melibatkan banyak pihak. Walhasi, sejumlah kalangan, seperti serikat pekerja, guru honorer, menyatakan penolakan. Persoalan lainnya, isi kebijakan yang disodorkan pemerintah tidak sesuai ekspektasi masyarakat.

Ihwal kewajiban iuran Tapera, Tulus menambahkan, masyarakat menilai subsidi untuk perumahan menjadi tanggung jawab pemerintah. Namun nyatanya, masyarakat diwajibkan ikut menanggung subsidi tersebut. “Subsidi yang jadi beban pemerintah, ditransfer ke masyarakat,” ujar dia.

Tulus menuturkan, gotong royong untuk pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) bukan perkara sederhana. Kebijakan Tapera ini pun tidak bisa disamakan dengan konsep gotong royong dalam BPJS Kesehatan. Pasalnya, tidak ada kepastian bagi semua peserta Tapera untuk bisa mendapatkan rumah. Masyarakat, kata dia, sanksi bisa mendapat rumah dengan tabungan yang sudah dikumpulkan melalui setoran iuran.

Advertising
Advertising

“Kalau tabungan Tapera hanya Rp30-Rp 35 juta, apa ada rumah seharga itu?” ucap Tulus.

Pasalnya, rumah subsidi saja sudah menyentuh angka Rp 200 juta. Menurutnya, hal ini menjadi isu krusial. “Masyarakat mempertanyakan kebijakan Tapera. Walau sudah lama (kebijakannya) kenapa akhirnya juga diwajibkan selain PNS, ASN, pegawai BUMN, tapi ke pekerja swasta,” ucap Tulus.

Polemik Tapera muncul setelah Presiden Jokowi meneken PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Tapera. Beleid tersebut mengatur tentang kewajiban pemotongan gaji pekerja sebesar 3 persen. Kebijakan itu lantas menuai penolakan dari kalangan buruh hingga pelaku usaha.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan kebijakan potong gaji pekerja sebesar 3 persen mustahil bisa membantu pekerja memiliki rumah. Selain itu, iuran Tapera akan menekan daya beli buruh karena saat ini buruh terjebak dalam upah murah. Karena itu, alih-alih mewajibkan Tapera, Said Iqbal menyebut pemerintah harus lebih dulu menaikkan upah buruh dengan mencabut Undang-Undang Cipta Kerja.

Kemudian untuk masalah perumahan, Said Iqbal mengatakan negara yang seharusnya hadir dan menyediakannya untuk rakyat. Pemerintah, kata dia, bisa menyediakan rumah murah, sebagaimana jaminan kesehatan dan ketersediaan pangan murah. Hal ini berbeda dengan program Tapera karena pemerintah tidak membayar iuran sama sekali.

"Pemerintah hanya jadi pengumpul iuran rakyat dan buruh. Ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tersebut

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga menolak karena pengusaha sudah dibebani iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang salah satu manfaatnya juga untuk perumahan. Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani mengatakan saat ini beban yang ditanggung pemberi kerja untuk iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan besarnya mencapai 18,24 persen hingga 19,74. Menurutnya, beban iuran itu semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.

Pilihan Editor: FNKSDA Minta Nahdliyin Tidak Ikut PBNU Terima Izin Tambang

Berita terkait

40 Organisasi Buruh Berdemo Desak Pemerintah Cabut PP Tapera

5 hari lalu

40 Organisasi Buruh Berdemo Desak Pemerintah Cabut PP Tapera

Kaum buruh mendesak pemerintah segera mencabut peraturan tentang tabungan perumahan rakyat atau Tapera. Desakan ini disampaikan buruh di pelataran kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, siang ini, Kamis, 27 Juni 2024.

Baca Selengkapnya

Terkini Ekbis: BPK Sebut OJK Rugikan Negara 400 miliar, IKN Sudah Habiskan 72 triliun, dan Dua Perusahaan Tambang Batalkan Investasi Nikel

5 hari lalu

Terkini Ekbis: BPK Sebut OJK Rugikan Negara 400 miliar, IKN Sudah Habiskan 72 triliun, dan Dua Perusahaan Tambang Batalkan Investasi Nikel

Terkini Ekonomi dan Bisnis: temuan BPK soal OJK yang merugikan Negara Rp 400 miliar lalu, Sri Mulyani membeberkan IKN sudah habiskan anggaran Rp 72,5

Baca Selengkapnya

Buruh Demo Tolak Tapera ke Kemenkeu, Ini Deretan Tuntutannya

5 hari lalu

Buruh Demo Tolak Tapera ke Kemenkeu, Ini Deretan Tuntutannya

Sejumlah massa aksi akan berunjuk rasa menolak kebijakan Tapera di Kemenkeu siang ini. zApa saja tuntutan mereka?

Baca Selengkapnya

UU Tapera Digugat ke MK, Begini Bunyi Pasal yang Dimasalahkan dan Detail Gugatannya

9 hari lalu

UU Tapera Digugat ke MK, Begini Bunyi Pasal yang Dimasalahkan dan Detail Gugatannya

Kebijakan soal seluruh pekerja wajib membayar iuran Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera yang menuai polemik akhirnya digugat ke MK.

Baca Selengkapnya

Menteri Zulhas Naikkan Harga Minyakita, YLKI: Gerus Alokasi Belanja Masyarakat

9 hari lalu

Menteri Zulhas Naikkan Harga Minyakita, YLKI: Gerus Alokasi Belanja Masyarakat

Mendag Zulkifli Hasan mengatakan, harga eceran tertinggi minyak goreng rakyat atau Minyakita akan dinaikkan menjadi Rp15.500 per liter minggu depan.

Baca Selengkapnya

YLKI Kritik Rencana Pemerintah Naikkan Harga MinyaKita

9 hari lalu

YLKI Kritik Rencana Pemerintah Naikkan Harga MinyaKita

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia atau YLKI mengkritik rencana Kementerian Perdagangan menaikkan harga MinyaKita.

Baca Selengkapnya

Menteri ESDM Upayakan Gas Murah Setelah Temui Menteri PUPR

12 hari lalu

Menteri ESDM Upayakan Gas Murah Setelah Temui Menteri PUPR

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengupayakan biaya energi murah, khususnya gas, setelah bertemu dengan Menteri PUPR Basuki

Baca Selengkapnya

Menaker Ida Fauziyah akan Sosialisasi Tapera, Federasi Serikat Pekerja Logam Sebut Pemerintah Tak Dengar Kemarahan Buruh

13 hari lalu

Menaker Ida Fauziyah akan Sosialisasi Tapera, Federasi Serikat Pekerja Logam Sebut Pemerintah Tak Dengar Kemarahan Buruh

Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) Jawa Barat mengecam pernyataan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang akan menyosialisasikan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera melalui Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional (LKS Tripnas).

Baca Selengkapnya

Potongan Gaji PNS mulai Iuran Wajib Pegawai, BPJS Kesehatan sampai Tapera

18 hari lalu

Potongan Gaji PNS mulai Iuran Wajib Pegawai, BPJS Kesehatan sampai Tapera

Meskipun mendapatkan gaji tetap, serta beragam tunjangan dan pensiun, tetapi PNS harus mendapatkan pemotongan gaji setiap bulan. Apa saja?

Baca Selengkapnya

YLKI Kritik Penundaan Cukai Minuman Berpemanis: Anak-anak Akan jadi Korban

18 hari lalu

YLKI Kritik Penundaan Cukai Minuman Berpemanis: Anak-anak Akan jadi Korban

YLKI mengkritik keras penundaan pungutan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik hingga tahun 2025.

Baca Selengkapnya