Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif
Reporter
Novali Panji Nugroho
Editor
Grace gandhi
Selasa, 23 April 2024 12:38 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Shinta Kamdani menilai melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada penurunan confidence ekspansi usaha di sektor manufaktur nasional. Sebab, pelaku industri khawatir terjadi kenaikan beban impor produksi yang signifikan karena nilai tukar rupiah terus melemah.
Karena itu, ia meminta kepada pemerintah membuat kebijakan perluasan pemberian insentif serta memfasilitasi investasi. "Untuk menciptakan output berdaya saing ekspor," katanya, Selasa, 23 April 2024.
Selain itu, menurut dia, pemberian insentif untuk industri hilir maupun pengguna menjadi penting, karena dapat menciptakan kemitraan supply chain dengan industri di hulu. Pemerintah juga diharuskan memanfaatkan momentum melemahnya rupiah ini secara paralel, untuk meningkatkan daya saing kualitas dan harga pasar produk-produk hulu.
"Agar dapat menciptakan domestik supply chain industri yang lebih kuat dan mendiversifikasi kebutuhan impor bahan baku," ucapnya.
Meski solusi ini tidak secara langsung mengoreksi tekanan pada industri manufaktur nasional yang terdampak, menurut dia, kebijakan ini perlu dilakukan sebagai bagian dari reformasi struktural serta untuk menyokong stabilitas rupiah. Dengan adanya kebijakan itu, Shinta menilai pertumbuhan ekonomi tetap terus tercipta.
"Meskipun saat ini kondisinya tidak kondusif dan tidak menguntungkan untuk pertumbuhan industri di Indonesia," ujarnya.
Selanjutnya: Shinta juga sepakat agar pemerintah dan Bank Indonesia melakukan intervensi....
<!--more-->
Shinta juga sepakat agar pemerintah dan Bank Indonesia melakukan intervensi kebijakan untuk menstabilkan rupiah dengan segera. Namun, katanya, pemerintah bakal punya keterbatasan untuk menciptakan stabilisasi nilai rupiah dalam waktu dekat.
Sebab pemicu tekanan terhadap nilai tukar ini bersifat eksternal atau di luar kendali pemerintah. "Tapi kami berharap upaya-upaya intervensi ini tetap terus dilakukan agar rupiah tidak terdepresiasi terlalu dalam dan cepat rebound," ucap Shinta.
Shinta mengatakan, bahwa sementara ini pemerintah bisa melakukan intervensi yang diarahkan pada kendali terhadap foreign capital flight dan memaksimalkan penerimaan dana asing dari berbagai instrumen.
Menurut dia, kebijakan intervensi pasar keuangan yang pernah diterapkan pemerintah serta Bank Indonesia ketika pandemi Covid-19 bisa diaktifkan kembali di kondisi sekarang ini. "Intervensi pasar ini harus disokong dengan instrumen kebijakan pendukung lain yang memicu investasi asing dan peningkatan kinerja ekspor jangka pendek hingga menengah," ucapnya.
Di sisi lain, Shinta berharap kebijakan kenaikan suku bunga bisa dijadikan sebagai instrumen investasi last resort. Sebab, ia menilai kebijakan kenaikan suku bunga itu berpotensi menekan daya beli dan produktivitas seluruh sektor ekonomi nasional, sehingga berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Pilihan Editor: Ekonom Sebut Putusan MK Tak Beri Pengaruh Signifikan terhadap Nilai Tukar Rupiah