Utang Pemerintah Capai Rp 8.253 T, Anggota Komisi XI DPR: Ruang Fiskal dan Penerimaan Tak Kuat Menopang Proyek Mercusuar
Reporter
Amelia Rahima Sari
Editor
Grace gandhi
Sabtu, 2 Maret 2024 11:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati, angkat bicara soal utang pemerintah Indonesia yang mencapai Rp 8.253,09 triliun per 31 Januari 2024.
"Ruang fiskal dan penerimaan kita tidak cukup kuat untuk menopang banyak ambisi dan proyek mercusuar," kata Anis kepada Tempo, dikutip Sabtu, 2 Maret 2024.
Menurut Anis, semestinya pemerintah tidak melanjutkan belanja-belanja yang tidak produktif. Misalnya, proyek ambisius yang membebani anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN dan sudah bermasalah sejak dalam perencanaan.
"Seperti IKN (Ibu Kota Negara), kereta cepat, termasuk PMN (Penyertaan Modal Negara) untuk BUMN-BUMN yang terus merugi dan bermasalah," tutur Anis.
Anis menilai, pemerintah harus mengoptimalkan belanja untuk menggerakkan ekonomi. "Harus juga diperhatikan tentang belanja bunga utang yang sangat tinggi," ucap anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS ini.
Pada 2023, kata dia, bunga utang yang dibayar pemerintah mencapai Rp 437,4 triliun. Ini setara dengan 14 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau APBN, dan masih akan berlanjut pada 2024.
Selanjutnya: "Tentu ini harus kita waspadai karena porsi belanja bunga utang...."
<!--more-->
"Tentu ini harus kita waspadai karena porsi belanja bunga utang yang besar akan makin mempersempit ruang untuk belanja lain yang produktif," tutur Anis.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Suminto angkat bicara soal utang pemerintah yang mencapai Rp 8.253,09 triliun per akhir Januari 2024.
"Risiko utang pemerintah terkendali," kata Suminto, kepada Tempo, Rabu, 28 Februari 2024.
Dia menjelaskan, rasio utang pemerintah terhadap PDB per Januari 2024 mengalami perbaikan dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Yaitu, 39 persen dari PDB pada Desember 2023, 39,7 persen pada Desember 2022, 40,7 persen pada Desember 2021, dan 39,4 persen pada Desember 2020.
Menurut Suminto, rasio utang terhadap PDB alias debt to GDP ratio sempat mengalami kenaikan cukup besar karena pembiayaan pandemi Covid-19. Pada 2019 lalu, rasio utang terhadap PDB adalah 30,2 persen. Rasio ini juga meningkat pada 2020 hingga 2021.
"Meskipun begitu, dibandingkan banyak negara emerging markets, debt to GDP Indonesia tergolong terendah," ucap Suminto.
Selanjutnya: Suminto menjelaskan, debt to GDP ratio pada 2022 Malaysia adalah....
<!--more-->
Suminto menjelaskan, debt to GDP ratio pada 2022 Malaysia adalah 60,4 persen, Filipina sebesar 60,9 persen, Thailand sebesar 60,4 persen, Vietnam sebesar 37,1 persen, India sebesar 89,26 persen, Argentina sebesar 85 persen, Brasil sebesar 72,87 persen, Meksiko sebesar 49,6 persen, dan Afrika Selatan sebesar 67,4 persen.
Dari sisi risiko portofolio utang pemerintah, lanjut Suminto, risiko terkendali dan semakin membaik. Misalnya, currency risk alias risiko nilai tukar yang turun.
Porsi utang dengan valuta asing atau valas per 31 Januari 2024 adalah 28,40 persen. Angka ini sedikit meningkat dibandingkan Desember 2023 yang sebesar 28,27 persen, tapi lebih rendah dibandingkan 2022 (29,61 persen), 2021 (30,05 persen), 2020 (33,57 persen), 2019 (40,97 persen), dan 2018 (41,59 persen).
"Dari sisi risiko suku bunga (interest risk), level risiko juga membaik," tutur Suminto.
Di luar Surat Berharga Negara atau SBN SKB Kemenkeu-BI, kata dia, porsi utang Pemerintah yang menggunakan suku bunga mengambang (variable rate) adalah 9,6 persen pada Januari 2024 dan Desember 2023. Ini sedikit meningkat dibandingkan 2022 (8,2 persen), 2021 (7,4 persen), dan 2020 (7,6 persen).
"Porsi variable rate ini cukup rendah sehingga kewajiban bunga atas outstanding utang (utang eksisting) tidak banyak terpengaruh oleh pergerakan suku bunga di pasar. Meskipun tentunya pergerakan suku bunga di pasar ini akan mempengaruhi biaya bunga atas utang yang baru diterbitkan," kata Suminto.
Dia menilai, dari sisi risiko pembiayaan kembali alias refinancing risk juga terkendali demgan rata-rata tenor utang alias average time to maturity per 31 Januari 2024 adalah 7,97 tahun
Pilihan Editor: Garuda Indonesia Tingkatkan Rute Domestik Demi Menarik Wisatawan Mancanegara